Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Head to Head" Dihapus, Debat Final Pilgub Jabar Diprediksi Antiklimaks

Kompas.com - 21/06/2018, 08:13 WIB
Dendi Ramdhani,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pilkada Jawa Barat 2018 memasuki fase akhir debat publik. Rencananya, debat ketiga akan digelar di Grand Ballroom Sudirman, Bandung pada Jumat (22/6/2018).

Dalam debat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar mengubah sistem debat dengan meniadakan debat antarpasangan calon (head to head). Alasan ketertiban jadi pertimbangan.

Baca juga: Survei Kompas: Megapolitan Jadi Penentu Kemenangan di Pilgub Jabar

Namun, sistem ini diprediksi Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yususf justru membuat jalannya debat ketiga akan berakhir antiklimaks.

Hilangnya head to head akan membuat pasangan calon cenderung hati-hati agar tak kehilangan citra.

"Substansi akan antiklimaks. Menurut saya panggung debat itu hnya sebatas menggugurkan kewajiban adanya debat publik saja," kata Asep saat dihubungi via telepon selular, Rabu (20/6/2018).

Baca juga: Sudrajat-Syaikhu Bawa Kaus 2018 Asyik Menang, 2019 Ganti Presiden, Debat Pilgub Jabar Berakhir Panas

Menurut Asep, esensi debat akan hilang dengan ditiadakannya debat terbuka antarpasangan calon. Apalagi, dari dua debat sebelumnya, pasangan calon belum memperlihatkan secara detail program dan gagasannya untuk Jabar.

"Padahal makna debat itu adalah antar kandidat. Karena lagi-lagi hemat saya pada pasangan calon yang diungkapkan itu-itu saja," ucapnya.

Baca juga: Kenapa Debat Publik Kedua Pilgub Jabar Digelar di Depok?

Asep menilai, langkah antisipasi yang dilakukan KPU cenderung mundur dari substansi debat. Idealnya, lanjut Asep, rambu-rambu debat mesti diperketat tanpa mengurangi esensi dari debat itu sendiri.

"Ya harusnya rambunya yang diperketat tidak boleh saling menghina, tidak boleh bawa isu Pilpres, tidak boleh ada hubungan dengan tokoh. Mungkin itu (faktor ketertiban) jadi pertimbangnya. Pihak keamanan tidak ingin mengandung dan mengundang potensi (gesekan) yang ada. Tapi kan bisa diatur, bukan mereka (paslon) yang dijinakan," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com