Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Menara Kudus, Saksi "Hidup" Toleransi dari Masa ke Masa (1)

Kompas.com - 14/06/2018, 08:00 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Caroline Damanik

Tim Redaksi


KUDUS, KOMPAS.com - Masjid Menara Kudus yang berlokasi di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, telah menjadi saksi "hidup" kerukunan antar umat beragama yang sudah berlangsung lama.

Masjid ini didirikan oleh Sunan Kudus atau Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan pada tahun 956 Hijriaj atau 1549 Masehi.

Hal ini merujuk pada inskripsi berbahasa Arab yang tertulis di prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid.

Konon, prasasti batu itu didatangkan dari Baitul Maqdis di Palestina sehingga masjid ini kerap pula disebut Masjid Al Aqsa.

Baca juga: Cerita Relawan Bantu Pemudik yang Tak Bisa Tulis Namanya Sendiri (1)

Sunan Kudus merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam yang tergabung dalam Wali Songo. Dia dikenal sebagai seorang ahli agama, terutama dalam disiplin ilmu tauhid, hadis, dan fikih.

Dari sembilan wali yang diakui di Tanah Jawa, hanya beliau yang disebut bergelar 'Waliyyul Ilmi', gelar untuk wali yang berpengetahuan luas.

Nilai toleransi

Masjid Menara Kudus terlihat berbeda dengan penampakan masjid pada umumnya. Yang paling mencolok adalah bangunan menara yang berdiri menjulang di sebelah tenggara masjid.

Menara berkonstruksi susunan batubata merah itu bentuknya menyerupai bangunan candi khas Jawa Timur. Bahkan ada yang menyebut menara itu mirip dengan Bale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan di Bali.

Baca juga: Bripka Wawan, Polisi yang Fotonya Viral Saat Tertidur Setelah Bertugas di Tol Cipali

Ciri khas inilah yang menjadi keunikan tersendiri dari Masjid Menara Kudus.

Ternyata, di balik karakteristik Masjid Menara Kudus tersirat makna perwujudan sikap "tepa selira" atau tenggang rasa pada masa itu.

Dalam berdakwah, Sunan Kudus lebih menekankan pada kearifan lokal dengan mengapresiasi terhadap budaya setempat dan berusaha menyesuaikan diri demi memasuki masa kejayaan Hindu-Budha.

Denny Nur Hakim, Staf Dokumentasi dan Sejarah Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) mengatakan, kesohoran Sunan Kudus terletak pada kepiawaiannya dalam melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang sudah punya budaya mapan.

"Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kudus membaur dan melakukan pendekatan budaya. Islam mengajarkan santun dan saling menghormati," katanya saat ditemui Kompas.com, Rabu (30/5/2018).

Baca juga: Kata Kapolda, Para Kapolres Stres karena Instruksi Kapolri soal Begal

Salah satu nilai toleransi yang diajarkan oleh Sunan Kudus terhadap pengikutnya, yakni dengan melarang menyembelih sapi untuk dikonsumsi. Tak hanya itu, sapi juga ditempatkan di halaman masjid ketika itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com