Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Radikalisme Masuk Kampus, Menristek Punya Tiga Cara Pengawasan

Kompas.com - 09/06/2018, 08:20 WIB
Muhlis Al Alawi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir memiliki tiga cara pengawasan untuk mencegah paham radikalisme masuk kampus.

Cara itu penting dilakukan agar dosen dan mahasiswa tak lagi terkontaminasi paham radikalisme.

"Masalah radikalisme di kampus perlu diawasi. Untuk pertama pengawasannya yakni pada sistem pembelajaran di kampus," kata Nasir saat berkunjung ke PT Industri Kereta Api Indonesia (INKA), Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (8/6/2018).

Kedua, kata Nasir, tumbuhnya radikalisme bukan hanya karena pendidikan namun bisa terjadi karena media sosial.

"Seperti halnya yang terjadi di Bandung. Anak itu menjadi radikal bukan karena pembelajaran di kampus tetapi dia banyak belajar dari media sosial," ucap Nasir.

Baca juga: Isu Radikalisme di Masjid Jakarta yang Berembus dari Pertemuan di Istana...

Untuk itu, menurut Nasir, semua mahasiswa baru harus menyampaikan nama akun media sosialnya pada saat mendaftar di perguruan tinggi.

Ketiga, Nasir menyebutkan perlu dilakukan pengawasan pada dosen. Caranya dilakukan pendataan oleh rektor pada masing-masing perguruan tinggi.

"Untuk itu kami awasi betul para dosen. Caranya dilakukan pendataan oleh rektor," kata dia.

Saat ditanya, apakah pendataan media sosial itu melanggar hak asasi manusia, Nasir malah balik bertanya ke wartawan soal cara mengatasinya.

"Lalu apa yang harus dilakukan? Apa seperti itu harus dibiarkan saja? Maka langkah ini dalam rangka preventif," kata Nasir.

Baca juga: Lawan Bibit Radikalisme, Konflik Politik Dinilai Harus Ditekan

Menyoal temuan banyaknya dosen yang terkontaminasi paham radikal, Nasir menjelaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi.

"Ada kemungkinan juga ya. Kalau di SMA dan SMP gurunya (menganut paham radikal), maka murid dan anaknya bisa terpengaruh," kata Nasir.

Nasir kemudian ditanya, apakah ada data yang mengungkap jumlah dosen dan mahasiswa yang terkena paham radikalisme. Namun, dia mengaku bahwa Kemendikti belum memiliki bukti.

"Tapi yang jelas potensi itu seperti di Undip, ITS juga ada," tutur Nasir.

Ia menyebut, ada dosen yang diketahui dari post di media sosialnya yang mengaku sebagai pendukung kelompok radikalisme. Saat ini, dosen itu di-nonjob-kan.

Apakah dosen itu bisa kembali mengajar? Nasir mengatakan, terlebih dahulu harus dilakukan pendampingan. Kalau dia melakukan kembali, maka dilakukan penindakan lantaran hal itu tidak bisa dibiarkan.

Kompas TV Apa yang menyebabkan lingkungan akademis terutama mahasiswa maupun kalangan akademis terjerumus dalam tindak paham ekstrem ini?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com