Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Sembrono Interpretasikan Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer" (6)

Kompas.com - 08/06/2018, 08:52 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BLORA, KOMPAS.com - Bagi Soesilo Toer (81), Pramoedya Ananta Toer bukan sekadar kakak sulung. Dia adalah orangtua dan juga patron kehidupan.

Pun seperti Pramoedya, Soes, begitu dia kerap disapa, juga gemar menulis. Setidaknya, ada 20 buku yang sudah ditulisnya.

Baca juga: Kisah Soesilo Toer, Adik Pramoedya Ananta Toer yang Bergelar Doktor dan Kini Jadi Pemulung (1)

Soes mengenang Pram, penulis dan sastrawan tersohor yang diakui dunia, sebagai ‎sosok yang idealis dan pemberani. Pram, lanjut dia, adalah sosok pejuang Indonesia yang bercita-cita tinggi untuk kejayaan nusa dan bangsanya.

Sejumlah koleksi buku, foto, dan lukisan bergambar Pramoedya Ananta Tour, di dalam rumah Soesilo Toer di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore. Soesilo Tour yang memiliki gelar doktor dan kini sehari-hari mengadu nasib dengan memulung tersebut merupakan adik kandung almarhum Pramoedya Ananta Tour, sastrawan dan penulis Tanah Air yang kiprahnya mendunia.KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO N Sejumlah koleksi buku, foto, dan lukisan bergambar Pramoedya Ananta Tour, di dalam rumah Soesilo Toer di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore. Soesilo Tour yang memiliki gelar doktor dan kini sehari-hari mengadu nasib dengan memulung tersebut merupakan adik kandung almarhum Pramoedya Ananta Tour, sastrawan dan penulis Tanah Air yang kiprahnya mendunia.
"Apa yang dilakukan Pram ‎membuktikan betapa besar cintanya kepada Tanah Air dan bangsanya. Betapa tinggi rasa solidaritasnya kepada sesama umat yang tertindas. Hati nuraninya terpanggil demi kebenaran, keadilan, dan kemerdekaan," kata Soes saat ditemui Kompas.com di kediamannya di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan‎ Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore.

"Kondisi Indonesia saat itu bagi Pram merupakan kenyataan hidup yang pahit dan menyakitkan.‎ Bangsa besar yang kacau dengan kekayaan alam yang besar, namun impor," tambahnya.

Baca juga: Kisah Soesilo Toer Dituding PKI, Jadi Pemulung Lalu Bangun Perpustakaan untuk Sang Kakak (2)

Melalui tulisan, lanjut Soes, Pram bertarung melawan pusaran sejarah karena dia tidak mau dilindas sejarah. Pram berjuang melawan ketidakadilan. ‎

"‎Pram tidak mau menjadi gabus yang dipermainkan ombak di tengah samudera sejarah dan setelah itu takluk terempas menjadi sampah di pantai. P‎ram adalah sejarah yang selalu bertabrakan muka dengan sejarah resmi yang dibuat negara," katanya.‎

Bersambung ke halaman dua: Pesan untuk Hanung dan Iqbaal Ramadhan sebagai Minke...

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com