Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenduri dan Long Bambu, Penanda Memasuki Hari ke-21 Ramadhan

Kompas.com - 06/06/2018, 12:21 WIB
Markus Yuwono,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Memasuk hari ke-21 bulan Ramadhan, Warga di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, memiliki tradisi unik menyambut hari tersebut, atau dalam bahasa Jawa disebut selikuran.

Warga menggelar kenduri dan tradisi bumbung selikur atau menyalakan petasan bambu atau disebut long beramai-ramai.

Menjelang buka puasa, puluhan warga Dusun Beji dan Dusun Jelok, Desa Beji, Kecamatan Patuk, berjalan menuju Joglo Wulenpari, dusun Jelok.

Mereka membawa nasi uduk dan ayam ingkung. Di sebuah rumah Joglo yang didirikan di tengah persawahan yang sejuk, makanan dikumpulkan ditengah-tengah warga yang duduk mengelilingi.

Tak jauh dari lokasi, puluhan anak bermain di pinggir sungai Oya di dusun setempat untuk beramai-ramai menyalakan petasan bambu atau disebut long bambu.

Baca juga: Tradisi Selikuran di Nyatnyono, Peziarah Berebut Berkah Nasi Ambengan

 

Saling bersahutan menyalakan long bambu dengan suara yang menggelegar. Saat memasuki berbuka, salah seorang sesepuh desa setempat kenduri, doa bersama, dan setelah selesai sebagian makanan dibawa pulang.

Kepala Desa Beji Edi Sutrisno mengatakan, tradisi kenduri maupun menyalakan long bambu ini sudah menjadi tradisi rutin warga dua dusun ini setiap memasuki hari ke-21 Ramadhan atau selikuran.

Malam Lailatul Qadar sendiri diyakini akan datang pada salah satu malam ganjil dalam 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

"Tradisi ini sebagai makna manyambut malam Lailatul Qadar yang dalam kepercayaan Islam merupakan malam paling agung dalam bulan suci Ramadhan, yang kemuliannya sama dengan malam 1.000 bulan," katanya seusai acara Selasa (5/6/2018) malam.

Malam ke-21 juga menandai peristiwa turunnya Nabi Muhammad SAW dari gua Hira ke Jabal Nur, setelah menerima wahyu pertama dari Allah, melalui malaikat Jibril di hari ke-17 Ramadhan.

Baca juga: Tradisi Selikuran di Masjid Kuno di Kaki Gunung Sumbing Magelang

"Kami menjalankan tradisi ini sudah turun temurun, dan sebelumnya dilakukan bergantian di dua dusun. Tahun ini kami mengadakan di Joglo Wulenpari," jelasnya.

Dia mengatakan, penyalaan long bambu dalam falsafah Jawa dimaknai sebagai penanda untuk semakin meningkatkan ketaqwaan kepada tuhan pada 10 hari terakhir Ramadhan.

"Long bambu ini juga tradisi warga disini sejak jaman dulu. Dulu lebih ramai. Sebagai penanda masuknya malam ke-21 Ramadan,"ucapnya.

Salah seorang warga pemain long bambu Raka Ahmednusa mengatakan, dia senang karena kegiatan tersebut sebagai hiburan saat menunggu buka puasa. "Senang bisa bermain long bambu, karena hanya saat bulan Ramadhan," katanya. 

Kompas TV Peringatan Nuzulul Quran Bersama PGN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com