Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata untuk Daniel, Anak 15 Tahun yang Meninggal Saat Halau Mobil Pelaku Bom

Kompas.com - 18/05/2018, 14:28 WIB
Caroline Damanik

Editor

KOMPAS.com - Namanya Daniel Agung Putra Kusuma.

Hidupnya berakhir pada usia 15 tahun setelah bom yang dibawa terduga teroris di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, Surabaya, Minggu (13/5/2018), meledak dan merenggut nyawanya.

Sama seperti Aloysius Bayu Rendra Wardhana di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Surabaya beberapa menit sebelumnya, Daniel meninggal dunia setelah berusaha menghalangi kendaraan pembawa bom yang masuk ke halaman gerejanya.

"Daniel posisinya menghalau mobil yang bawa bom itu, mobilnya kan nabrak pagar gereja kencang sekali. Akhirnya kena anakku sama temannya itu, lalu terdengar suara ledakan, kami cari-cari Daniel tapi tidak ketemu," ungkap Budi, sang ayah, seperti diwawancarai di Mata Najwa di rumah duka, Rabu.

Baca juga: Kakak Beradik Meninggal karena Bom, Tak Ada Lagi Gandengan Tangan ke Gereja

Daniel Agung Putra Kusuma, anak 15 tahun yang meninggal dunia dalam ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, Surabaya, Minggu (13/5/2018).dok. Twitter Daniel Agung Putra Kusuma, anak 15 tahun yang meninggal dunia dalam ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Saat kejadian, lanjut Budi, dia sedang berada di bagian belakang gereja, sedangkan Daniel berada di depan gereja mengurus parkir gereja.

Sumijah, sang nenek, mengatakan, Daniel memang bertanggung jawab untuk mengatur parkiran kendaraan setiap Minggu pagi. Dia mengemban tugas itu setelah sang kakek yang sebelumnya bertugas yang sama meninggal dunia.

"Dia menggantikan kakeknya yang jaga. Kakeknya dipanggil Tuhan, dia yang gantiin," tuturnya.

Budi lalu mengatakan, saat ledakan terjadi, dia langsung ke arah depan. Dia dan beberapa warga gereja sempat menolong sejumlah jemaat gereja lalu segera mencari anaknya, tetapi tidak kunjung ketemu.

"Meletusnya kencang sekali. Saya mau masuk cari anakku terus ndak boleh sama polisi. Ya terserah mau meletus lagi, tapi namanya orangtua kan tetap cari anak. Saya usahakan cari tapi enggak ketemu-ketemu. Ambulans banyak datang, tapi enggak tau di mana posisinya," ungkap Budi.

Baca juga: Hormat untuk Bayu, Koordinator Parkir Gereja yang Tewas Saat Hadang Motor Pembawa Bom

Akhirnya, lanjut Budi, mereka ke RS Bhayangkara Surabaya. Di sana dia bertemu dengan seseorang dari Kementerian Sosial lalu menjalani tes DNA. Hingga kemudian, dia menerima informasi bahwa ada kesesuaian DNA korban dengan dirinya.

"Katanya ada korban yang DNA-nya yang cocok sama DNA saya. saya di sana sampai malam nunggu anak saya," kata Budi.

 

Bersambung ke halaman dua: Daniel menghalau mobil teroris

 

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com