KUPANG, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar melalui Dewan Pakar, mengusulkan lebih dari 50 persen pembiayaan partai politik ditanggung negara.
Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono mengatakan, pembiayaan itu diperlukan.
Sebab, partai politik sebagai pilar demokrasi, sama seperti lembaga lainnya, baik itu suprastruktur maupun infrastruktur politik.
"Demokrasi harus didukung partai politik. Partai politik harus kuat, bagus, dan jangan dibebankan kepada orang per orang. Tapi negara yang harus menanggung," ucap Agung saat pembekalan orientasi fungsionaris angkatan II Golkar NTT di Kupang, Rabu (9/5/2018).
Menurut Agung, jika negara membiayai partai lebih dari 50 persen, maka Indonesia akan sama seperti sejumlah negara lainnya di Eropa, Amerika, dan Australia.
Baca juga : Soal Tudingan Penyelewengan Dana Partai Rp 200 M, Ini Kata Kubu OSO
Di sejumlah negara maju tersebut, negara menanggung pembiayaan partai politik hingga lebih dari 60 persen.
"Bahkan kalau di China, negara menanggung 100 persen untuk pembiayaan partai politik," imbuhnya.
Berbeda dengan Indonesia. Di sini, intervensi negara untuk pembiayaan partai politik sejak tahun 2000 terbilang kecil.
"Sudah lebih dari 10 tahun ini, negara memberikan bantuan dana kepada partai politik, dengan hitungan Rp 1.000 per suara, sehingga Golkar memperoleh Rp 24 miliar setiap tahunnya," ungkapnya.
Dana tersebut, tentu harus dipertanggungjawabkan penggunaannya dengan transparan dan akuntabel.
"Sudah saatnya partai politik itu diperkuat, didewasakan, dan dimatangkan supaya lebih baik. Menciptakan partai politik yang bersih, berintegritas," katanya.
"Tapi partai ini juga harus hidup dengan normal dan semuanya butuh pembiayaan dari negara," pungkasnya.