SEMARANG, KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersikap tegas soal polemik kaus #2019GantiPresiden.
Menurut Tjahjo, ketegasan diperlukan untuk menentukan apakah aksi itu dilarang atau tidak.
“Saya kira Bawaslu (harus) punya aturan tegas, apakah model kaus itu dilarang atau tidak. Memang kalau lihat, sepanjang tidak ada nama mungkin tidak ada masalah,” kata Tjahjo di Semarang, Selasa (8/5/2018) kemarin.
Polemik kaus bertagar 2019 ganti presiden itu, sebut Tjahjo, akan menjadi masalah jika disertai adanya pemaksaan kehendak. Jika satu kelompok dipaksa untuk mengikuti atau memakai kaus bertagar itu, maka itu tidak dibenarkan.
“10 kaos macam apapun sebenarnya tidak masalah, tapi jaga etika sosial bermasyarakat. Setiap orang punya afiliasi politik, hargai itu dan jangan paksakan ikut saya. Dari kacamata politik, berbangsa dan bernegara itu tidak etis. Makanya, jangan sampai menimbulkan kekerasan semacam yang ada di Jakarta, itu perlu dipertimbangkan dengan baik,” ujar politisi PDI-P ini.
Baca juga : Stedi Mengaku Diminta Buka Baju oleh Pemakai Kaus #2019GantiPresiden
Lebih lanjut Tjahjo menjelaskan, atribut kaus bisa saja nantinya dipermasalahkan jika itu mirip dengan warna lambang partai politik. Oleh karena itu, dia minta agar ada regulasi yang tegas dari Bawaslu.
“Lama-lama kita pakai warna yang sama dengan partai (bisa jadi) ribut. Definisi kampanye itu kan jelas, lambang partai, nama calon presiden, wapres, nama gubernur. Kalau di kaus ditulis nomor 1 tanpa gambar calon atau nama kan tidak masalah. Tapi jangan sampai dipaksa harus ikut pakai nomor 1,” pintanya.
Baca juga : Oesman Sapta Duga Ada Parpol Terlibat Deklarasi #2019GantiPresiden
Jika memaksakan kehendak, sambung Tjahjo, maka si pemaksa dinilai mempunyai kepentingan politik tertentu.
“Kasus di Jakarta itu disayangkan. Dengan memaksakan kehendak itu berarti ada motif politik. Ada yang menunggangi,” pungkasnya.