Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Usaha yang Buang Limbah Ke Citarum Bisa Dipidana

Kompas.com - 04/05/2018, 13:17 WIB
Agie Permadi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pemerintah memberikan batas waktu pelaku usaha industri untuk membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jika dalam waktu tersebut tidak dilakukan maka pihaknya tidak akan segan menindak tegas pelaku usaha tersebut.

Hal tersebut ditegaskan seiring diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun tentang percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Berdasarkan Perpres tersebut, para pelaku usaha industri juga harus menerima dan melaksanakan konsekuensi dan sanksi terhadap tindakan dan kelalaian dalam pengelolaan limbah yang tidak sesuai dengan peraturan serta pelanggaran perizinan lingkungan.

Aturan dalam Perpres tersebut merupakan salah satu butir kesepakatan yang dideklarasikan dalam mendukung percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum.

Baca juga : Benahi Citarum, Luhut Beri Batas Waktu 3 Bulan Perusahaan Lengkapi IPAL

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Jan S Marinka mengataka bahwa keberadaan Kejaksaan dalam konteks penanganan perkara pidana bersifat represif, yakni memberikan sanksi penjara dan benda.

Dalam hal peraturan yang mengatur lingkungan, pihaknya dapat memberikan sanksi kepada pelaku usaha industri yang melakukan pelanggaran lingkungan seperti membuang limbah secara langsung ke DAS Citarum, dengan sanksi pidana hingga penutupan usaha.

"Sehingga perusahaan yang lain maupun para pelanggar ikut serta bahwa ini bisa berakibat bukan hanya sanksi pidana tapi juga sanksi lainnya dalam konteks pencabutan izin bahkan penutupan usaha. Dalam konteks lingkungan pun kita bisa menuntut bayaran ganti rugi," tegasnya, Jumat (4/5/2018). 

Baca juga : 600 Pelaku Industri di Jabar Sepakat Kendalikan Pencemaran Citarum

Dengan adanya pertemuan antar para pelaku usaha industri ini, merupakan momen yang tepat untuk untuk memberikan persepsi yang sama dalam melaksanakan perubahan menata aliran sungai Citarum.

"Bahwa ada aspek hukum dan perlu komitmen bersama baik pelaku usaha maupun industri mendukung percepatan pengendalian pencemaran DAS Citarum. Bersama kita bisa lakukan hal tersebut, dan penanganan hukum tak boleh sendiri apalagi sendiri-sendiri," katanya.

Tiga Bulan

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dari ratusan perusahaan, hanya ada 20 persen perusahaan di sekitar sungai Citarum yang memfungsikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Jika para pengusaha tersebut tidak melengkapi pabriknya dengan IPAL yang sesuai dalam batas waktu tertentu, maka pemerintah tak akan segan menindak perusahaan tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018.

Baca juga : Dedi Mulyadi Tawarkan 2 Solusi Atasi Masalah di Sungai Citarum

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Jawa Barat Dedy Wijaya menyetujui batas waktu yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha untuk segera menyiapkan pengolahan limbah dalam kurun waktu tiga bulan.

Namun pihaknya meminta pemerintah untuk memfasilitasi perijinan IPAL dengan memberikan keringanan, termasuk keringanan pajak.

"Coba ada keringanan pajak, kalau ada uang yang jalan kami hindarkan, kalau ada uang lagi jadi korupsi saya enggak mau. Tapi memberikan keringanan temasuk memberikan izin tadi, jadi tidak ada pengusaha nyogok pejabat karena semua gratis izinnya," katanya. 

Kompas TV Temuan pembungan limbah sembarangan ini diketahui saat petugas gabungan melakukan normalisasi sungai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com