Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firman, Anak Seorang Buruh yang Raih Emas di Lomba Penelitian Ilmiah Internasional

Kompas.com - 02/05/2018, 18:17 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com - Salah satu siswa kelas XII SMA Taruna Nusantara, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, berhasil mempersembahkan medali emas untuk Indonesia dalam International Conference of Young Scientists (ICYS) 2018, kategori Environmental Science, di Belgrade, Serbia, 19-25 April 2018.

Dia lah Muhammad Firman Nuruddin (17), remaja asal Dusun Karangrejo, Desa Kedungsari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.

Firman satu-satunya wakil Indonesia yang berhasil mengalahkan ratusan peserta dari berbagai negara di dunia pada kompetisi tersebut.

Kepada Kompas.com, Firman bercerita bahwa juara tersebut diraih berkat hasil penelitiannya tentang pemanfaatan limbah daun jati, daun rambutan dan daun filisium sebagai sumber pewarna dalam teknologi tenaga surya (solar cell).

"Saya terinspirasi dari banyaknya limbah daun yang tidak termanfaatkan. Ketiga daun itu memiliki warna khas, saya mencoba bisa enggak kalau limbah daun itu untuk pewarnaan tenaga surya generasi ketiga, ternyata bisa," kata Firman ditemui Rabu (2/5/2018).

Baca juga : Penelitiannya Ditolak 11 Kali di Indonesia, Siswa dari Yogya Ini Malah Diundang Google

Selama sekitar setahun Frman dibantu guru pembimbing SMA Taruna Nusatara dan kelompok penelitian Cell Surya LIPI melakukan penelitian tersebut. Menurutnya, ada zat-zat tertentu di dalam daun jati, rambutan dan filisum yang bisa menggantikan rutenium yang selama ini dipakai untuk pewarna tenaga surya.

"Tiga daun itu punya pigmen alami yakni antosianin dan karotenoid yang bisa dipakai untuk pewarna tenaga surya, pengganti rutenium. Rutenium adalah senyawa kimia komplek hasil tambang yang tidak ada di Indonesia. Selama ini kita impor dan harganya mahal," paparnya.

Remaja kelahiran Magelang, 22 Juli 2001, itu mengatakan pewarna pada tenaga surya berfungsi untuk menyerap sinar matahari yang kemudian diubah menjadi energi listrik.

Di Indonesia, kebanyakan masih memakai tenaga surya generasi ke-1 dan ke-2 dengan sumber monokristalin yang sulit dikembangkan.

"Awalnya kami pakai daun sebagai sumber eneregi tenaga surya, setelah diajukan ke LIPI dan diterima, tapi tidak bisa dikembangkan karena belum ada teknologinya. Akhirnya diturunkan grade-nya, pakai pigmennya daun saja, tapi malah menang," ungkapnya.

Ingin banggakan orangtua

Sejak di bangku SMP Negeri 2 Kota Magelang, Firman memang gemar dengan pelajaran ilmu pengetahuan alam.

Dia mencintai dunia riset hingga memenangkan banyak perlombaan, antara lain meraih medali perunggu pada Asia Pasific Conference of Young Scientists tahun 2017 di Nepal, medali emas pada Festival Kewirausahaan tahun 2016 di Bandung, juara Lomba Penelitian Belia tahun 2017 dan sebagainya.

"Saya memang bercita-cita ingin terus mengembangkan kemampuan di bidang riset, ingin belajar lagi. Kelak ingin jadi ilmuan di bidang environmental science dan oceanografi," tutur putra kedua pasangan Nur Salim (44) dan Nurul Hidayah (43) itu.

Prestasi Firman merupakan buah didikan kedua orangtuanya yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Meskipun ayahnya, Nur Salim, bekerja sebagai buruh bangunan dan sang ibu, Nurul Hidayah, adalah tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com