Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Painem, Buruh Anyam Tikar yang Tetap Bekerja Meski Alami Stroke dan Mata Buta

Kompas.com - 01/05/2018, 15:38 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Di salah satu rumah di Dusun Gentungan, Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tampak seorang nenek sibuk menganyam daun mendong menjadi tikar. Dia seolah tidak mempedulikan siapa pun yang lewat di sekitarnya.

Dia adalah Painem (67), buruh anyam daun mendong. Jari tangannya begitu terampil menganyam tikar meski matanya tak bisa melihat.

Kendati dalam keadaan buta, namun semangat wanita tiga orang anak ini untuk mencari nafkah tidak surut.

"Modalnya dari orang, Mas. Dia bawa mendong ke sini, lalu saya buat. Setelah itu dia membayar," katanya kepada wartawan di rumah adik Painem, Senin (30/4/2018).

Setiap bulan, Painem mendapat upah dengan besaran yang tidak menentu, antara Rp 100.000 hingga Rp 120.000. Satu tikar ukuran 1,5 X 2 meter dihargai upah Rp 30.000 untuk kualitas bagus dan diberi warna.

Sedangkan upah untuk membuat tikar kualitas sedang antara Rp 20.000 sampai Rp 25.000.

Baca juga : Di Yogyakarta, Ada Tempat Sampah Khusus bagi Tunanetra

 

Dua anak Painem sudah berkeluarga dan tinggal di Salatiga, Jawa Tengah. Sementara seorang anaknya meninggal dunia.

Painem tinggal di rumah yang berdekatan dengan tempat tinggal adiknya. Selain buta, Painem juga menderita stroke hingga membuat tangan kanannya tak bisa bergerak lincah.

Kendati demikian, dia tetap bekerja menganyam mendong demi membantu sang adik yang beberapa tahun ini mengurus dirinya.

Paniem tak pernah tahu penyebab matanya buta. Yang diingat saat itu ketika berusia 14 tahun, dia pernah menyiram air panas ke sebuah makam. Setelah itu, beberapa hari kemudian, tiba-tiba pandangan matanya buyar dan menjadi buta.

Saat diwawancara, yang banyak bercerita adalah adiknya, Wahyuni. Dia lah yang saat ini merawat Painem di sebuah rumah yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah Wahyuni.

"Saya mengajak kakak saya karena setelah kena stroke tangan kanannya kesulitan digerakkan," kata Wahyuni.

Menurut Wahyuni, sebelum stroke, kakaknya bisa menyelesaikan 6 sampai 7 lembar tikar. Namun saat ini, dia hanya bisa menggarap 3 sampai 4 lembar tikar mendong.

Meski sudah dilarang, tetapi Painem tetap ingin menganyam untuk mengisi waktu luangnya. Apalagi, dia butuh uang karena selama ini belum pernah mendapat bantuan jaminan hidup (jadup) dari pemerintah.

"Kakak saya (Painem) belum mendapatkan jadup dari pemerintah, sedangkan ibu saya yang sudah tua telah mendapatkan jadup," ucapnya.

Baca juga : Rumahnya Rusak akibat Banjir, Nenek Tunanetra Ini Juga Kehilangan Harta Benda

Ketua difabel Desa Kedungpoh, Mujiana mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan agar karya Painem bisa ikut dipamerkan.

"Kita akan memberi kesempatan saat event pameran. Karya Painem akan bawa ke pameran untuk menunjukkan bahwa ada yang seperti ini (tunanetra) yang membuat anyaman tikar," pungkasnya.

Kompas TV Peringatan Hari Buruh di Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (1/5) pagi, terkonsentrasi di 4 lokasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com