Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Dokter RSHS Siapkan Inkubator Khusus untuk Rawat Jalan Bayi Kembar Siam

Kompas.com - 30/04/2018, 13:32 WIB
Agie Permadi,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi


Tim dokter RSHS tengah mendampingi orang tua bayi, yakni Azis (34) dan istrinya Dini Pertiwi (34), saat melihat anaknya tersebut yang masih dalam inkubator di RSHS Bandung, Kota Bandung, Jumat (27/4/2018).KOMPAS.com/AGIE PERMADI Tim dokter RSHS tengah mendampingi orang tua bayi, yakni Azis (34) dan istrinya Dini Pertiwi (34), saat melihat anaknya tersebut yang masih dalam inkubator di RSHS Bandung, Kota Bandung, Jumat (27/4/2018).
BANDUNG, KOMPAS.com - Tim dokter Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang menangani bayi kembar siam conjoined twin omphalogus, yaitu dempet di kedua tubuh bagian bawah, menunggu proses pencitraan tuntas sebagai dasar pertimbangan operasi pemisahan. 

Namun, untuk menuntaskan proses pencitraan dibutuhkan waktu hingga usia bayi mencapai 3-4 bulan agar bagian dalam organ bayi bisa terlihat.

Tidak hanya itu, kesehatan bayi pun menjadi faktor penting. Bayi harus mendapatkan berat yang sesuai.

Oleh karena itu, pemberian nutrisi pun diberikan tim dokter agar berat badan bayi kembar siam itu memiliki berat minimal 5 kilogram.

Baca juga: Bila Dipisah, Salah Satu Bayi Kembar Siam Laki-laki Itu Bakal Berkelamin Wanita...

Setelah mencapai berat tersebut, bayi kembar siam ini bisa pulang ke rumahnya untuk rawat jalan.

"Sedang stimulasi berikan gizi agar tumbuh kembang dengan optimal, di mana kita ingin naikkan berat badan bayi lebih optimal sehingga tercapai masing 2,5 kg," kata Dokter Spesialis Anak RSHS Bandung, Prof Sjarif Hidajat, di Kota Bandung, Senin (30/4/2018).

Selama bayi dirawat di rumah, tim dokter akan terus memantau hingga memberikan arahan kepada orang tua bayi tentang cara merawat bayi selama berada di rumah.

Hingga usianya mencapai umur 3-4 bulan, bayi akan kembali untuk menyelesaikan proses pencitraan yang tertunda.

"Kami akan berikan pengarahan kepada ibu bapaknya bagaimana menjaga suhu dan makan bayi, serta menjaga bayi dari infeksi agar jangan sampai sakit," tutur Sjarif.

Untuk memberikan kenyamanan terhadap bayi, tim dokter RSHS juga membuat tempat tidur inkubator yang dimodifikasi khusus untuk bayi kembar tersebut.

"Rencana kami memang sedang membuat tempat tidur inkubator karena bayi besar. Sementara dia harus tinggal di tempat hangat agar terhindar dari infeksi. Membuat boks modifikasi inkubator yang menampung bayi sampai lebih besar," ucap Sjarif. 

Terkait operasi pemisahan, tim dokter telah mendiskusikan dengan dokter bedah bahwa mungkin saja pemisahan tersebut dilakukan meski hanya terdapat satu anus dan satu organ vital.

Namun, konsekuensinya yaitu salah satu bayi harus menggunakan organ vital dan anus buatan. 

Baca juga: Tim Dokter RSHS Tunda Pemisahan Bayi Kembar Siam hingga Usia 4 Bulan

Untuk itu, tim dokter akan mengembalikan keputusan tersebut kepada orang tua bayi.

Apabila memang harus dilakukan pemisahan, tim tetap menunggu proses pencitraan tuntas, sekaligus dukungan dari orang tua bayi.

"Bayangan kami kalau itu dipisahkan perlu dukungan psikologis yang sangat kuat dari orang tuanya apakah boleh dipisahkan atau dibiarkan terus berdua," ujar Sjarif. 

Sementara itu, Azis (34), ayah dari bayi kembar siam itu, memercayakan penanganan bayi kepada tim dokter.

"Penanganan bayi saya percayakan kepada dokter. Untuk bayi, saya percaya penuh kepada dokter, asalkan terbaik untuk anak saya," tutur Azis.

Kompas TV Kondisi bayi kembar siam yang didiagnosa memiliki dua kepala, tiga tangan, dua kaki, berangsur membaik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com