Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Syafitri, Kartini Asal Palembang Pengusung Sekolah “ Sampah”

Kompas.com - 21/04/2018, 21:09 WIB
Aji YK Putra,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Sejak 2013 lalu, Syafitri, warga Jalan Demak Nomor 2 RT 20 RW 04 Kelurahan Tuan Kentang, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, Sumatera Selatan mendirikan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) bernama "Junjung Birru" dengan metode pembayaran sampah.

Sekolah yang dia dirikan sendiri tanpa bantuan dari siapapun itu, sempat ditolak oleh pihak keluarga Syafitri lantaran mengeluarkan aroma tak sedap dari sampah yang dia kumpulkan tersebut.

Lambat laun, Syafitri dapat membuktikan jika sekolah sampah yang dia kelola hingga saat ini mampu menghasilkan rupiah, jika digarap dengan baik.

Ide mendirikan sekolah dengan cara membayar sampah bermula dari keprihatinan Syafitri terhadap banyaknya sampah organik maupun non organik yang dibuang sembarangan oleh warga sekitar.

Melihat kejadian itu, hati Syafitri tergerak untuk mengumpulkan sampah sebagai alat pembayaran di sekolah TK yang dia dirikan.

Baca juga : Scavenger, Aplikasi Panggil Pemulung Untuk Angkut Sampah Non-Organik

"Sekarang Wali murid setiap hari membawa sampah ke sekolah baik organik maupun non organik, sebagai pembayaran. Sebenarnya sekolah ini sudah berdiri sejak 2003 dan tahun 2013 baru menggunakan metode pembayaran sampah," kata Syafitri, Sabtu (21/4/2018).

Metode pengelolaan sampah itupun dipelajari perempuan lulusan Ekonomi itu dari salah satu aktivis lingkungan dari Jepang. Berbekal kelompok pecinta lingkungan yang pernah dia gerakan, tekhnik pengelolaan sampah itu akhirnya bisa tercapai.

Sampah organik yang dikumpulkan para Wali murid, dijadikan pupuk kompos. Sedangkan sampah nonorganik, didaur ulang dijadikan berbagai aksesoris, sebagi tempat ayunan, tong sampah, dan lain sebagainya.

Setiap para murid yang datang membawa sampah, nantinya akan dihitung. Seluruh sampah itu akan dikurangi dari biaya iuran bulanan untuk sekolah anak mereka di TK “Junjung Birru “ milik Syafitri.

"Sehingga bisa mengurangi beban wali murid untuk iuran bulanan. Jika sampahnya lebih dari uang iuran akan diberikan kepada Wali murid," ujarnya.

Para anak TK yang didik Syafitri pun tak lepas diberikan pembelajaran untuk tidak membuang sampah sejak dini. Mereka juga diajarkan untuk mengelola sampah menjadi bahan berharga.

"Misalnya bungkus permen, tidak dibuang sembarangan. Saya mencoba memberikan pendidikan soal sampah sejak dini kepada murid," ucap perempuan berumur 52 tahun itu.

Saat ini, sekolah sampah yang dikelola Syafitri telah memiliki 23 murid dengan tenaga pengajar tiga orang termasuk dirinya.

Syafitri berharap dengan sekolah sampah dia keola saat ini, bisa mengurangi sedikit banyaknya sampah yang kini mencemari dan merusak lingkungan akibat kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah.

"Saya juga berharap kepada murid-murida saya, untuk teap menjaga lingkungan. karena dampak sampah ini, jelas sangat besar," tutup ibu dua orang anak ini.

Kompas TV Tumpukan sampah beraroma menyengat didominasi sampah rumah tangga.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com