Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sigit Bangun Kafe Baca Unik, Sediakan Ribuan Buku Biasa hingga Buku Kuno Gratis

Kompas.com - 06/04/2018, 09:38 WIB
Muhlis Al Alawi,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Sigit Pamungkas tak menyangka Kafe Bukuku Lawas miliknya diminati banyak konsumen. Sebab, pria jebolan pascasarjana ISI Yogyakarta itu awalnya hanya ingin membuat perpustakaan kampung agar buku-buku koleksinya bermanfaat untuk orang lain.

"Awalnya saya ingin membuat perpustakaan saja di kampung. Namun, saya hanya memiliki buku-buku dan tidak ada tempatnya," kata Sigit saat ditemui, Senin (2/4/2018).

Setelah berdiskusi dengan beberapa temannya, Sigit ingin membuat wedangan atau angkringan yang berkonsep ada buku. Namun, konsep itu dirasa kurang tepat karena buku yang dipajang nanti rawan kotor dan rusak.

Untuk menjaga buku koleksinya tetap awet, akhirnya tercetus konsep kafe yang menyajikan menu kopi dan berbagai snack

"Saya penginnya buku-buku itu tetap bisa menemani saya bekerja. Paling tidak pengunjung yang pertama kali bisa berswafoto, kemudian pegang-pegang, syukur lalu akan membacanya. Dengan begitu, saya juga bisa beramal, meski dengan buku,” ucapnya.

Baca juga: Bangkit Setelah PHK, Ardhy Sulap Mobil Tahun 90-an Jadi Kafe Keliling

Sigit bercerita, perkenalannya dengan buku juga bisa dibilang tidak sengaja. Hanya berbekal dari kebiasaan ayahnya yang seorang pedagang barang antik yang menyukai buku-buku dengan aksara Jawa. Kecintaan itu yang barangkali membuatnya menyukai sesuatu yang beraroma lawas. 

Tak hanya itu, saat mengunjungi pameran yang berada di Kota Bandung, Sigit melihat setiap peserta masuk ke lokasi pameran mendapatkan majalah gratis. Dengan keisengannya untuk mendapatkan majalah-majalah itu, ia rela keluar masuk pameran hingga berkali-kali. 

Pameran yang berlangsung selama tiga hari itu menjadi petualangannya demi mendapatkan banyak majalah. Sampai mendapatkan majalah yang ke-17, ia mulai dikenali oleh panitia, hingga ia dilarang lagi mendapatkannya.

“Majalahnya masih ada yang saya simpan," ungkap Sigit.

Setelah peristiwa itu, keinginannya menambah banyak buku semakin kuat. Bahkan ketika ada banyak penjual buku di tempatnya kuliah, ia selalu ingin membelinya. Namun, kendala keuangan yang terbatas membuatnya harus berpikir ulang untuk membelinya.

Kecanduan ingin mengoleksi buku, Sigit mulai berpikir cara mendapatkan sesuatu dari buku agar bisa membeli buku lagi. Mulailah ia berjualan buku secara online sejak tahun 2013.

Tak disangka, ternyata gairah membeli buku ternyata cukup tinggi. Mulailah ia berburu buku di pasar loak buku-buku bekas. Hasilnya, buku-buku lawas yang ditawarkan secara online cepat laku, apalagi cover dan judulnya menarik. 

Inilah ratusan koleksi buku-buku kuno milik Sigit yang ditaruh dalam etalase kaca di Kafe Bukuku Lawas miliknya.KOMPAS.com/Dokumentasi Sigit Inilah ratusan koleksi buku-buku kuno milik Sigit yang ditaruh dalam etalase kaca di Kafe Bukuku Lawas miliknya.

Bahkan Sigit pernah membeli buku lawas dengan harga hanya Rp 10.000 terjual Rp 2,5 juta dan buku lawas seharga Rp 200.000 terjual Rp 1 juta.

"Keuntungan jualan buku lawas tidak tentu. Bisa tinggi, bisa biasa saja. Namun, saya punya feeling terhadap buku-buku itu mana yang cepat laku dan tidak," ucap Sigit.

Pembeli buku-bukunya pun tak hanya dari berbagai daerah, bahkan dari berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan Korea selatan. Rata-rata buku-buku dengan ejaan lama yang diminati untuk kepentingan penelitian.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com