Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Penyelam Menari Tari Gandrung di Bawah Laut Selat Bali

Kompas.com - 04/04/2018, 20:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sebanyak 20 orang penari dan lima pemain musik menari tarian Gandrung di bawah laut Selat Bali dalam acara Banyuwangi Underwater Festival yang digelar di Pantai Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Rabu (4/3/2018).

Para penari itu terdiri dari 12 penyelam perempuan yang menggunakan pakaian Gandrung dilengkapi dengan selendang, kipas, dan kaos kaki putih. Sedangkan 8 penyelam laki-laki membawa umbul-umbul dan lima pemain musik yang memainkan kenong dan gong.

Mereka adalah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya yang telah memiliki lisensi diving.

"Semuanya wajib punya lisensi diving dan kami sudah latihan untuk kegiatan ini hampir dua bulan. Satu bulan pertama belajar menari karena kami bukan menari, dan satu bulan kemudian kami belajar di dalam kolam. Kalau di laut sini baru dua hari ini," jelas Shafa Thasya Thaeraniza (20), salah satu penyelam yang menari kepada Kompas.com.

Shafa menjelaskan, kesulitan menari di dalam air laut adalah menyeimbangkan di arus bawah air laut dan menyelaraskan gerakan dengan selendang dan kipas.

"Ini di selendangnya juga dilengkapi dengan pemberat agar jatuh, tidak mengambang," katanya.

Baca juga : Ketika Anak Berkebutuhan Khusus Tampil Menari Gandrung di Banyuwangi

Hampir selama 10 menit, mereka menari Gandrung di bawah air perairan Bangsring dengan kedalaman hingga 8 meter. Agar tidak merusak terumbu karang, dibuat panggung khusus yang terbuat dari bambu di dalam air.

Sementara itu Ikhwan Arif, ketua Kelompok Nelayan Samudra Bakti Bangsring kepada Kompas.com menjelaskan, kegiatan tersebut adalah bagian dari Banyuwangi Underwater Festival. Selain menari di bawah laut, juga ada pengawasan ikan badut selama 48 jam yang dilakukan oleh para nelayan dan tim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya.

"Ikan badut atau banyak yang mengenalnya Nemo ini sebagai indikasi bahwa perairan tersebut masih baik. Dulu di sini nggak ada ikan Nemo karena perairannya rusak. Kemudian kita lakukan konservasi dengan melakukan transplantasi karang dan kegiatan konservasi tahun ini sudah masuk tahun ke sepuluh. Alhamdulillah sekarang karangnya sudah tumbuh dengan baik," jelasnya.

Baca juga : Penari Gandrung Sewu, Dandan Dini Hari Lalu Diangkut Truk Satpol PP

Kompas TV Pelaksana berniat melestarikan sekaligus memperkenalkan budaya asli Indonesia kepada anak - anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com