Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Bahagia Mbah Jono yang Puluhan Tahun Jaga Makam, Jalani Hidup Sewajarnya

Kompas.com - 02/04/2018, 09:46 WIB
Caroline Damanik

Editor

SALATIGA, KOMPAS.com — Mbah Jono. Begitu dia kerap disapa orang-orang di sekitar Permakaman Sasono Mukti di belakang Pasar Rejosari di Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Kakek berusia 87 tahun bernama asli Sujono itu sudah puluhan tahun tinggal di kawasan permakaman itu. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil di sudut kompleks permakaman.

Di sana, pria yang hidup sebatang kara itu merajut kehidupan, mengerjakan apa saja yang halal, mulai dari mengelola keindahan makam hingga memunguti sampah pasar yang masih bisa dipakai.

Siang itu, Mbah Jono sedang asyik menambal keranjang anyaman bambu. Keranjang-keranjang itu akan digunakannya untuk menampung sampah-sampah yang dipungutnya.

Ketika ditemui, tanpa sungkan, dia mempersilakan mendekat ke gubuknya, sebuah bangunan papan kayu berukuran 3 meter x 3 meter dengan satu bilik.

Di halaman, berbagai barang terserak, baik itu perlengkapan pribadinya maupun barang hasil pungutan di tempat sampah, seperti alas kaki bekas yang jumlahnya mencapai belasan.

"Hari ini makam sepi, tetapi biasanya sewaktu-waktu ada pihak keluarga yang datang menjenguk. Seperti ini tadi," katanya dalam bahasa Jawa menunjuk salah satu makam yang bertaburkan bunga-bunga di atasnya.

Mbah Jono sendiri samar tentang pengalaman pertamanya datang ke permakaman ini. Pria yang mengaku berasal dari Dusun Kluwungan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu tak ingat pasti kapan pertama kali datang dan kemudian tinggal di sana.

"Dulu saya di sini menjadi tukang sapu, upahnya Rp 100. Di dekat pasar itu dulu ada banyak rumah, tetapi kemudian digusur dan semuanya pindah, kecuali saya sampai akhirnya semua pekerjaan saya jalani di sini dan setelah usia semakin tua, saya menjadi penjaga makam," ungkapnya.

Hidup sendirian berdampingan dengan makam-makam bukan berarti Mbah Jono tidak menemui kendala. Salah satunya adalah gurauan warga soal makam baru. Namun, Mbah Jono tak menganggap serius ledekan itu.

"Lihat saja sendiri malam nanti apakah saya di sini atau tidak," katanya sambil tertawa.

Tidak ada rahasia

Mbah Jono sendiri pernah memiliki pengalaman pahit. Gubuknya terbakar pada 2016. Kala itu, Mbah Jono sedang menumpang mandi di salah satu rumah warga, tidak jauh dari permakaman. Tanpa disadari, lampu teplok yang digunakannya sebagai penerang jatuh dari tempatnya dan membakar gubuk kayu itu.

Menurut petugas penjaga makam yang resmi, Rajimin (76), puing-puing gubuk Mbah Jono kemudian diperbaiki lagi. Sejak saat itu, Mbah Jono bisa tinggal dengan lebih nyaman.

"Saya mengenal beliau sejak tahun 1983. Pernah kami antarkan beliau kepada keluarganya, tetapi sambutannya agak kurang baik sehingga beliau kembali tinggal di sini," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com