MALANG, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mendapat hadiah wayang suket atau wayang berbahan rumput saat berkunjung ke Universitas Islam Malang (Unisma) Kota Malang.
Ia datang ke perguruan tinggi tersebut untuk menghadiri Stadium General dan Peresmian Gedung Bundar Al Assyari dan Gedung Pusat Umar Bin Khattab, Kamis (29/3/2018).
Wayang suket itu diberikan langsung oleh Syamsul Subakri, salah satu perajin dan pelestari wayang suket di Kota Malang saat Presiden Jokowi melihat stand pameran mahasiswa.
Ada dua wayang yang diberikan kepada Jokowi. Wayang pertama, berjenis laki-laki diberi nama Singo Manggolo Jalmowono. Kedia, wayang berjenis perempuan.
(Baca juga : Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (1))
Wayang perempuan ini belum sempat diberi nama. Karena kedua wayang dibuat saat Presiden Jokowi menyampaikan pidato di dalam ruangan.
Syamsul Subakri yang biasa dipanggil Mbah Kardjo (Konservasi Asli Rakyat di Luar Jalur Organisasi) itu memiliki alasan khusus memberikan nama Singo Manggolo Jalmowono untuk wayang suketnya yang diberikan kepada Jokowi.
Singo Manggolo atau singa manggala, sambung Syamsul, merepresentasikan Jokowi sebagai pemimpin. Sementara Jalmowono berasal dari dua kata, yakni Jalmo dan Wono yang berarti manusia dan hutan.
Dengan penamaan itu, Kardjo berharap, Presiden Jokowi lebih memerhatikan kondisi hutan yang ada di Indonesia.
"Semoga panglima (Presiden Jokowi) kita ini, orang yang paham dengan hutan," tuturnya.
(Baca juga : Bermula dari era Mangkunegaran VI, Begini Kisah Wayang Orang Sriwedari )
Bagi Kardjo, hutan adalah penopang hidup manusia. Jika hutan rusak, maka kehidupan manusia juga akan rusak.
"Nenek moyang saya bercerita, jangan tebang hutan karena langitnya akan runtuh. Jadi kami di Jawa mempunyai dongeng yang namanya pohon songgo (penunjang) langit," katanya.
Kardjo menyebut, setiap wayang suket yang dibuatnya menggunakan puspa sarira. Artinya, wayang kecil yang terbuat dari bunga.
Biasanya, wayang itu terbuat dari mendong. Jenis rumput yang banyak tumbuh di pinggir sungai dan sering dipakai untuk bahan dasar tikar.
Wayang itu memiliki banyak arti filosofis. Mulai dari proses pengukuran bahan rumput, proses pembuatan, hingga selesai jadi wayang. Pada proses pembuatan, setiap tahapnya memiliki makna tersendiri.
Seperti penggunaan rumput yang berjumlah tiga batang untuk satu wayang. Tiga merupakan simbol dari ati (hati), lathi (ucapan), dan pakarti (perilaku).