MAGELANG, KOMPAS.com - Hidup di lereng pegunungan memang lebih alami dibanding di perkotaan. Namun, tinggal di kawasan yang berbukit-bukti bukan tanpa risiko. Ancaman bencana alam, terutama tanah longsor, selalu mengintai penduduk setiap saat.
Keresahan itu pula yang dirasakan mayoritas penduduk di lereng pegunungan Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Setiap musim penghujan tiba, kerap terjadi tanah longsor, meski masih dalam kategori "kecil" alias tidak menimbulkan korban jiwa.
Namun tidak terhitung berapa jumlah kerugian material yang diderita sejumlah penduduk setelah rumah tinggal mereka diterjang tanah longsor.
Belum lagi kerusakan infrastruktur, hingga akses jalan desa yang terputus membuat aktivitas sosial, ekonomi, hingga pendidikan penduduk terganggu.
(Baca juga : Sistem Peringatan Dini Longsor Buatan Indonesia Dijadikan Standar Dunia )
Soim, tokoh pemuda Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, menuturkan tanah longsor sudah akrab dengan mayoritas penduduk di pegunungan Menoreh. Kontur tanah yang berbukit dan berkapur menjadikan kawasan ini rawan bencana longsor.
"Kalau hujan tiba, apalagi kalau deras, kami sudah siap-siap. Ada yang mengungsi ke tempat aman, atau bertahan di rumah tapi tetap siaga. Tanah longsor bisa saja tiba-tiba datang," kata Soim kepada Kompas.com belum lama ini.
Di sisi lain, pegunungan Menoreh menjadi incaran penambang karena kaya akan kandungan marmer. Meskipun sudah dilarang pemerintah, aktivitas penambangan masih kerap terjadi. Hal ini memicu kerusakan lingkungan yang lebih parah.
"Memang sudah dilarang, tapi kenyataannya masih ada aktivitas penambangan, pakai alat berat mengeruk marmer di dekat pemukiman. Secara langsung aktivitas itu menyebabkan lingkungan rusak," ucapnya.