Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Antara Ganjar, Sudirman, dan KPK di Pilkada Jateng

Kompas.com - 29/03/2018, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KABAR santer majunya Gubernur DKI Anies Baswedan sebagai calon pendamping Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres tahun depan membuat pesta politik daerah serentak 2018 meredup. Namun, bagi saya, Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tetap menentukan soliditas pasangan Prabowo-Anies.

Mengapa Pilkada Jateng? 

Pertama, jumlah suara yang diperebutkan tidak sedikit, sekitar 20 juta suara. Tahun lalu di Jateng, Joko Widodo (Jokowi) meraup hampir 13 juta suara, dua kali lipat dari perolehan Prabowo.   

Kedua, kemenangan di Jateng yang selama ini dikenal sebagai Kandang Banteng merupakan modal moral bagi pemenangan di wilayah lain. Sejak Pemilu digelar secara langsung, tidak sekalipun PDI-P kalah di Jateng.  

Kondisi ini membuat dua kandidat yang bertarung di Jateng, Ganjar Pranowo maupun Sudirman Said beserta pasangan dan partai pendukung masing-masing bekerja keras menggalang dukungan massa di basis pemilih suara mereka.

Sebagai petahana, cagub Jateng Ganjar Pranowo didampingi cawagub Taj Yasin fokus pada kantong masyarakat yang telah menikmati sejumlah program yang telah berjalan sembari berusaha meyakinkan para pemilik suara yang masih ragu menentukan pilihan pada Ganjar.

Sementara, Sudirman Said dan Ida Fauziyah sebagai penantang menggunakan counter narasi untuk mendelegitimasi keberhasilan petahana, sekaligus menawarkan harapan baru bagi masyarakat yang belum puas terhadap kinerja petahana.

Di balik kerja keras kedua pihak, terdapat hal menarik. Ganjar bergerak menggunakan jejaring di masa kampanye 2013, termasuk tim sukses komunikasinya yang merupakan rekan lama di Universitas Gadjah Mada. Boleh saya katakan, tim komunikasi Ganjar sudah sangat solid.  

Satu contoh dalam hal tagline yang digunakan pun tak aneh-aneh amat, bahkan cenderung repetisi dari kampanye Pilgub 2013 yaitu ‘Mboten Korupsi lan Mboten Ngapusi’ sebagai representasi kepemimpinan Ganjar yang bersih, terbuka dan tidak membohongi rakyat.

Untuk Pilgub 2018, dengan modal tiga penghargaan sebagai pemerintah daerah dengan tingkat kepatuhan LHKPN dari KPK, Ganjar memilih hanya menambahkan kata ‘Tetep’ atau ‘Tetap’ pada jargon lamanya menjadi ‘Tetep, Mboten Korupsi lan Mboten Ngapusi’

Bagaimana dengan Sudirman Said?

Untuk bertarung di Jateng digunakannya jejaring kampus mini, Paramadina. Ada nama Mohamad Sohibul Iman (Ketum PKS) dan Anies Baswedan yang merupakan penggantinya setelah mengundurkan diri dari posisi pejabat Rektor. Itu belum termasuk Sandiaga Uno yang merupakan pengurus Yayasan.

Di luar lingkaran Paramadina, terdapat Eep Saefulloh Fatah yang menjadi perantara bagi Anies Baswedan ketika baru datang dari Amerika Serikat untuk bergabung dengan lembaga The Indonesian Institute. Eep adalah pendiri lembaga survei Polmark yang sukses memenangkan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta.

Sebagai tim yang tidak berasal dari Jawa Tengah, pilihan mantra kampanye Sudirman pun cukup beragam. Saya mencatat terdapat jargon ‘Ngancani, Ngladeni, Ngayomi’ (menemani, melayani, mengayomi) dan ‘Mbangun Jateng Mukti Bareng’ (Membangun Jateng Bersama).

Mungkin kurang cukup, itu masih ditambah tagline usulan Sandiaga Uno yaitu ‘Ayo Obah’ (Mari Bergerak) yang merupakan replikasi program One Kecamatan One Center of Enterpreneurship (OK OCE) di DKI yang hingga kini belum konkret terealisasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com