Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia Tahan 4.000 TKI Ilegal

Kompas.com - 21/03/2018, 22:01 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

fakta

fakta!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini benar.

BATAM, KOMPAS.com - Pemerintah Malaysia menegaskan saat ini pihaknya sudah menahan sekitar 4.000 tenaga kerja Indonesia (TKI).

Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia, Dato' Seri Mustafar bin Ali, dalam pertemuan tertutup bilateral dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Indonesia di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (21/3/2018).

Kepada Kompas.com, Dato' Seri Mustafar mengatakan, penahan ini dilakukan karena para TKI tersebut sama sekali tidak mengantongi izin resmi, baik tinggal maupn bekerja di Malaysia.

"Pemerintah Malaysia selalu mengusulkan untuk mempercepat pemulangan (deportasi) ribuan tenaga kerja Indonesia yang tidak mengantongi kelengkapan surat-surat, namun karena keterbatasan tenaga dan sesuatu hal, hal ini yang menimbulkan kesan lambat," katanya.

Dato' Seri Mustafar mengaku pihaknya tidak pernah menghambat proses masuknya setiap warga asing yang ingin mencari kerja di Malaysia. Hanya saja harus sesuai dan mengikuti aturan yang berlaku di Malaysia.

"Selain diamankan saat dilakukannya pemeriksaan, ada juga tenaga kerja asing yang menyerahkan diri," jelasnya.

Baca juga : Gubernur NTT Ungkap Modus Perekrutan TKI Ilegal ke Malaysia

Untuk yang menyerahkan diri, para pekerja akan diminta membayar denda dengan jumlah tertentu. Setelah menyelesaikan proses itu, keluarga melalui pembicaraan dengan pihak kedutan besar kemudian diminta menyediakan sarana unutk memulangkan TKI tersebut secara sukarela.

"Namun kami tetap usulkan untuk memeprcepat pemulangan para tenaga kerja asing di Malaysia, terlebih WNI. Namun karena yang diurus manusia, walaupun mereka melakukan kesalahan, kami tetap berusaha mempermudah kepulangan mereka," terangnya.

Bahkan dalam kesempatan itu, Dato' Seri Mustafar berharap bagi TKI ilegal yang belum tertangkap, dan ada kelaurganya yang mengetahui, bisa datang ke Imigrasi Malaysia untuk mengurus kepulangan mereka.

"Hal ini dimaksudkan agar mempermudah kepulangan mereka, kalau sudah tertangkap aparat keamanan, maka perlu proses hukum lanjutan yang tentu memakan waktu lama," jelas Dato' Seri Mustafar.

Direktur Jenderal Imigrasi Indonesia, Ronny F Sompie mengatakan, pertemuan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden Republik Indonesia ke Kuching Malaysia tahun 2017 lalu.

Selain itu, pertemuan ini juga dilaksanakan sebagai implementasi konkret atas kerja sama kedua negara dalam menangani permasalahan keimigrasian yang melibatkan kedua negara.

"Dalam pertemuan ini kami juga membahas permasalahan rehiring pekerja migran Indonesia. Skema rekruitmen asisten rumah tangga dari Indonesia di Malaysia. Pengaturan keamanan perbatasan, pembuatan kemungkinan pelatihan bersama. Kemungkinan pembuatan memorandum kerja sama, dan proses percepatan pemulangan WNI bermasalah di Malaysia," kata Ronny.

Baca juga : Hendak ke Malaysia, Puluhan TKI Ilegal Asal Bima Diamankan di Semarang

Ronny mengatakan, pihak Malaysia menekankan bahwa program rehiring atau pemutihan bagi pendatang ilegal di Malaysia telah berakhir bulan Desember 2017. Namun demikian, program ini masih diteruskan sampai dengan bulan Juni 2018 untuk menyelesaikan aplikasi yang sudah masuk namun belum terselesaikan sampai akhir tahun 2017.

"Malaysia juga menegaskan terkait persoalan skema rekruitmen asisten rumah tangga asal Indonesia di Malaysia dibuat dalam dua skema, yaitu skema online dan mandiri, untuk menghindari TKI ilegal," ujarnya.

Kompas TV Salah satu TKI adalah warga Purworejo yang hingga kini tak bisa dihubungi pihak keluarganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com