Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (4)

Kompas.com - 05/03/2018, 10:34 WIB
Taufiqurrahman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Pendapa pemujaan Dewi Kwan Im di Wihara Avalokitesva di Dusun Candi Utara, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, hampir tiap malam dipenuhi penduduk untuk menonton pementasan wayang kulit. Mereka berasal dari beberapa desa yang berdekatan dengan lokasi wihara.

Pementasan wayang kulit menjadi salah satu hiburan rakyat, selain kesenian ludruk dan saronen di Madura. Warga yang menonton tidak hanya orang tua. Anak-anak juga biasanya ikut bersama dengan orangtuanya.

Tontonan berlangsung hingga larut malam untuk menuntaskan satu episode cerita wayang. Namun keramaian ini sekitar 30 tahun lalu. Kini tak ada lagi pemandangan serupa di wihara.

Baca juga : Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (1)

Seingat Kosala, pementasan wayang Madura terakhir kali pada tahun 2010 silam di saat pagelaran budaya bertajuk Semalam di Madura. Saat itu, grup wayang satu-satunya di Madura itu banyak ditonton masyarakat Madura. Bahkan wisatawan mancanegara juga ikut menonton. Banyak orang heran karena ada pentas wayang berbahasa Madura.

"Ternyata di Madura ada wayang juga. Ini pertama saya melihatnya," tutur Kosala menirukan ucapan salah satu penonton waktu itu. Namun semenjak itu, tak pernah ada lagi pementasan wayang di Madura.

Baca juga : Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (2)

Meninggalnya dua dalang yang hampir bersamaan itu menyebabkan Madura vakum dalang wayang kulit. Kekosongan dalang ini terjadi dalam kurun waktu dari tahun 2001 sampai 2003. Pentas wayang kulit Madura pun matu suri.

Novem Ali Sahos Sudirman (48), warga Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, merasa terpanggil untuk meneruskan warisan Ki Loncet, warga Desa Blumbungan, dan Abdul Kadir, ayah kandung Novem Ali Sahos Sudirman sendiri.

Sudirman ingin menjadi dalang meneruskan pekerjaan ayahnya. Tahun 2003, Sudirman masih berusia 33 tahun. Ia belajar siang malam secara otodidak. Sebab ia tidak pernah diwarisi apapun oleh ayahnya.

Baca juga : Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (3)

PAMEKASAN, KOMPAS.com – Tujuh tahun berjalan, Novem Ali Sahos Sudirman (48) atau dikenal dengan Ki Sudirman, satu-satunya dalang berbahasa Madura meninggalkan dunia pewayangan.

Bukan tanpa alasan pria asal Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, meninggalkan dunia wayang. Ia ingin hidup seperti keluarga yang lain. Ia punya anak yang harus dibiayai pendidikannya. Ia punya istri yang harus dibiayai hidupnya. Sementara di dunia wayang, tidak ada jaminan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pilihan meninggalkan dunia wayang, sudah dilalui Ki Sudirman dengan kontemplasi panjang. Menurut Ki Sudirman, masalah pelestarian kesenian dan kebudayaan, bukan masalah pribadi. Melainkan masalah semua umat manusia. Sedangkan kehidupan keluarganya, menjadi tanggung jawab pribadinya.

“Nasib keluarga saya siapa yang nanggung? Di dunia wayang saya belum menemukan kebahagiaan material karena ekonomi keluarga morat-marit,” ujar Ki Sudirman, Jumat (2/3/3017).

Setelah meninggalkan dunia wayang, Ki Sudirman beralih profesi ke penyiar radio swasta di Pamekasan. Profesi itu dijalaninya selama kurang lebih empat tahun. Empat tahun berjalan, Ki Sudirman mulai tidak nyaman di tempat kerjanya. Akhirnya ia memutuskan diri untuk resign.

Baca juga : Kisah Difabel Pengemudi Ojek Online, Penumpang Kerap Batalkan Pesanan Setelah Bertemu (1)

Ia memilih bekerja di salah satu bank daerah di Pamekasan. Pekerjaan lainnya, ia menggagas berdirinya koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) milik masyarakat yang biasa berjualan di area car free day (CFD).

Selama bekerja di bank, Ki Sudirman semakin tidak menemukan kenyamanan. Sebab aturan di bank sangat ketat. Ia harus bekerja dari pagi sampai sore tepat waktu. Disiplin tinggi yang diterapkan perusahaan, membuatnya sulit bertahan. Akhirnya, Ki Sudirman berhenti bekerja di bank dan fokus di kegiatan koperasi CFD.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com