Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Asa di Tanah Datuk

Kompas.com - 01/03/2018, 09:58 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Mariam (84), perempuan yang tinggal di Desa PIR ADB, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tak mengingat lagi tanggal pasti dirinya ditangkap petugas Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan polisi.

Andong Mariam (nenek dalam bahasa Melayu) hanya bilang, dirinya ditangkap saat sedang menanam palawija di ladangnya beberapa tahun lalu.

"Anak sama cucuku digari. Andong juga, dibawa ke Polsek Besitang," katanya waktu ditemui Kompas.com di Blok Hutan Sei Bamban Wilayah IV Besitang, pekan lalu, saat dia dan puluhan warga adat Sei Bamban menerima Geran Datuk.

Saat itu, dia tidak sampai bermalam di sel. Karena warga kampung ramai-ramai mendatangi kantor polisi meminta Andong Mariam dibebaskan.

 

(Baca juga : Sengketa Lahan, Warga Segel dan Coreti Kantor BPN Kendari)

Besoknya, dia kembali ke ladang dan bercocok tanam. Tapi untuk menjaga gangguan datang lagi, Andong Mariam bergabung dengan Lemhatabes selaku lembaga adat yang menaungi dan mendampingi para petani.

"Tak diganggu lagilah sejak itu. Kalau dulu, tiba-tiba datang bapak-bapak itu. Kami diusir, apa yang kami tanami dicabut, rumah kami dibakar, ayam kami entah kemana-mana, itulah penderitaan kami," kata perempuan yang sudah beranak-pinak sejak 28 tahun lalu di kawasan tersebut.

Kini dia mengaku sangat senang bisa menanami lahan seluas dua hektar dengan semangka dan cabai. Andong Mariam berharap anak cucunya juga mendapat lahan sehingga bisa bertani dengan tenang. Kepada Kedatukan Besitang, dia berulang kali mengucap terima kasih.

"Sekarang sudah tenang kami, tak ada yang mengusir lagi. Tanah inilah harapan kami. Kalau nanti Andong sudah tak ada, anak cucu ada tempat tinggalnya," katanya dengan tatapan sendu.

Nasib Andong Mariam juga pernah dialami Abdul Rahim alias Atok Rahim (62), warga Dusun Pulogadung, Desa Bukitmas, Kecamatan Besitang.

Atok Rahim ditangkap dan dipenjara. Gara-garanya, Atok Rahim membuka perladangan seluas satu hektar lebih lalu menanaminya dengan kacang dan jeruk di kawasan Blok Hutan Sei Bamban, Resor Sei Betung, yang diklaim TNGL masuk wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang.

(Baca juga : Sengketa Gelora Pancasila Surabaya, 3 Pengusaha Dicekal )

Syukurnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat memvonisnya tidak terbukti bersalah dan membebaskannya (vrijspraak) pada awal Mei 2017.

Mitra Lubis yang menjadi penasehat Atok Rahim bilang, kliennya hanya menanam ubi untuk kebutuhannya sehari-hari. Putusan hakim adalah putusan yang tepat karena membela masyarakat miskin.

Ketua kelompok masyarakat Sei Bamban, Radim mengaku sangat senang dan bersemangat setelah dirinya mendapat Geran Datuk. Pasalnya ia sudah tiga tahun memperjuangkan surat itu.

"Kami di sini bertani, perlu nyaman dan aman. Ini hari menerima geran, Alhamdulillah..." ujarnya dengan mata berbinar-binar.

Di Sei Bamban, lanjutnya, sudah 20 kepala keluarga yang menerima Geran Datuk dengan luas lahan bervariasi mulai satu sampai dua hektar.

Selain palawija, para petani menanami lahannya dengan rambung (karet). Setelah memiliki pengetahuan sadar dan peduli lingkungan, mereka kini bertanam pohon keras jenis durian, petai, jengkol, cempedak, dan asam gelugur.

"Kami berbatasan dengan hutan larangan, kami peduli dengan hutan, kami siap menjaganya. Kami mengerti cinta lingkungan itu bagaimana, cinta alam itu apa. Sebelum kami mendapat geran, TNGL menghantui kami," kata Radim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com