Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Teken Petisi Tolak UU MD3, DPRD Siantar Dicemooh Pengunjuk Rasa

Kompas.com - 26/02/2018, 15:00 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi


PEMATANG SIANTAR, KOMPAS.com - Anggota DPRD Pematang Siantar mendapat cemooh dari massa mahasiswa dan pemuda yang menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD setempat, Jalan Haji Adam Malik, Pematang Siantar, Sumatera Utara, Senin (26/2/218) siang.

Massa meneriaki demikian karena anggota DPRD Pematang Siantar, Denni Siahaan dan Hotman Kamaludin Manik yang menerima aksi unjuk rasa itu, menolak menandatangani petisi penolakan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang diberikan pengunjuk rasa.

"Kami tidak bisa meneken petisi ini. Karena kalau lembaga, kalian harus memasukkan surat terlebih dahulu ke lembaga DPRD," ujar Deni, yang merupakan anggota Fraksi Golkar.

Jawaban itu kemudian membuat para mahasiswa dan pemuda yang merupakan gabungan dari kelompok Cipayung Plus tertawa dan secara serentak meneriakkan kata-kata "DPRD goblok".

Baca juga: UU MD3 Dianggap Jadi Contoh Buruknya Kualitas Legislasi DPR 

Salah seorang peserta aksi unjuk rasa, Fawer Sihite, yang merupakan mantan Ketua BPC GMKI Pematang Siantar-Simalungun, mengatakan, unjuk rasa itu mereka gelar untuk menolak revisi UU MD3 yang sudah disahkan oleh DPR RI.

Aksi unjuk rasa dimulai dari Lapangan Haji Adam Malik dan dilanjutkan long march mengitari ruas jalan utama, yakni Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka. Kemudian massa berhenti di depan Gedung DPRD, sebelum berakhir di Lapangan Merdeka.

Selain aksi unjuk rasa, mereka juga menggalang tanda tangan dari masyarakat untuk menolak revisi UU MD3. Aksi ini dilakukan di seputar Lapangan Merdeka.

"Petisi penolakan revisi UU MD3 ini nanti akan kami sampaikan ke pemerintah pusat sebagai bentuk sikap kami menolak undang-undang tersebut," jelas Fawer.

Alasan penolakan undang-undang, menurut Fawer, karena ada pasal yang membungkam kebebasan demokrasi, di antaranya Pasal 73 tentang pemanggilan paksa ditambah adanya frasa "wajib" yang bisa diartikan pasal ini memanggil siapa saja yang dianggap mengganggu parlemen.

"Pasal paling kontroversial yakini Pasal 122 Ayat k, di mana pasal ini bisa menindak siapa saja yang merendahkan kehormatan DPR. Pasal ini juga akan membungkam kebebasan bersuara dan beraspirasi. Dengan demikian, DPR akan menjelma menjadi badan antikritik," kata Fawer.

Baca juga: Soal UU MD3, Jokowi Diminta Mengaku Kecolongan, Tegur Menkumham, dan Rilis Perppu

Pasal berikutnya, ungkap Fawer, yaitu Pasal 245, di mana setiap anggota DPR yang terlibat kasus apabila akan diperiksa harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan dan persetujuan presiden. Pasal ini menutup sekat bagi penyidik yang ingin memproses anggota DPR secara hukum.

Untuk itu, kelompok Cipayung Plus Pematang Siantar yang terdiri dari PMKRI, GMKI, GMNI, Saling, SAPMA PP, dan Barsdem menyatakan sikap agar menghentikan kriminalisasi terhadap kebebasan bersuara, mendesak presiden mencabut pasal-pasal revisi UU MD3 dengan membuat perppu, dan menolak DPR goblok.

"Kami juga menilai DPR bukan lagi wakil rakyat, tetapi menjadi Dewan Pembungkam Rakyat. Revisi UU MD3 seratus persen menentang asas demokrasi Indonesia dan kami mengajak seluruh lapisan masyarakat bersama-sama menolak revisi UU MD3," tutur Fawer.

Kompas TV Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan jika Presiden Joko Widodo belum menandatangangi UU MD3.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com