Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Terkekang, Imigran dari Berbagai Negara Demo di Makassar

Kompas.com - 21/02/2018, 19:12 WIB
Hendra Cipto,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Ratusan imigran dari berbagai negara-negara konflik yang bermukim di Kota Makassar mendatangi kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang terletak di Menara Bosowa, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Rabu (21/2/2018).

Sambil membawa spanduk dan poster-poster, imigran pencari suaka ini mulai dari usia anak-anak hingga orang tua berjalan kaki ke kantor UNHCR. Namun selama berdemonstrasi, tidak ada satu pun pihak UNHCR yang menemui mereka.

Hanya aparat kepolisian dibantu petugas keamanan gedung Menara Bosowa mengawal jalannya aksi imigran ini.

Imigran yang berdemonstrasi ini merupakan perwakilan dari berbagai negara-negara konflik seperti Afganistan, Myanmar, Somalia, Sudan, Pakistan, Iran, Iraq, Mesir dan Srilanka.

(Baca juga: Kisah Imigran Afganistan Cari Suaka, Ditolak Imigrasi hingga Tidur di Tenda Mi Ayam)

Menurut perwakilan imigran dari Afganistan, Yama Jaghori (24), para pendemo merupakan perwakilan dari 2.000 imigran yang bermukim di Kota Makassar.

Dalam aksinya, mereka selaku imigran juga meminta kebebasan di negara transit seperti masyarakat Indonesia pada umumnya.

"Kami tinggal di 30 wisma di Kota Makassar yang difasilitasi UNHCR dan International Organization for Migration (IOM). Kami datang di sini untuk menuntut kebebasan," katanya saat ditemui di lokasi aksi.

Kebebasan yang dimaksud Yama adalah tidak ada pengekangan saat ingin keluar dari wisma, tempatnya tinggal sementara. Selama ini, waktu keluar dibatasi dari pukul 08.00 Wita hingga pukul 22.00 Wita.

"Sudah lima tahun di Indonesia, kami dikekang. Setiap mau keluar wisma, kartu identitas disandera. Aturannya tambah diperketat lagi, kami tidak bisa ke tempat-tempat wisata seperti Malino di Kabupaten Gowa," ucapnya.

(Baca juga: Kisahnya Viral, Bocah yang Merawat Sang Ibu Seorang Diri Kini Bahagia...)

Imigran asal Myanmar, Muhammad Saidu (28), menambahkan, jika ingin keluar sebentar ke warung atau ke masjid untuk shalat, mereka harus didata terlebih dahulu. Aturan ketat ini mulai berlaku bulan Februari 2018, berbeda dengan waktu sebelumnya.

"Biar keluar sebentar ke warung atau masjid, tidak boleh pulang terlambat ke wisma. Bahkan, ada petugas dari kantor Imigrasi yang biasa memukul jika menemukan ada imigran yang melanggar aturan," ungkapnya.

"Jika kami masih lama disini, kami mohon diperlakukan manusiawi. Tapi kami berharap diberangkatkan segera ke negara ketiga oleh UNHCR, agar mendapat kewarganegaraan bebas seperti masyarakat lainnya," tuturnya kemudian.

 

Kompas TV Umat Islam Rohingya di Yangon, Myanmar merasa semakin sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com