Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ubah Limbah Tempe Jadi Biogas, Langkah Kecil Jaga Kebersihan Sungai

Kompas.com - 09/02/2018, 23:55 WIB
Ari Maulana Karang,
Farid Assifa

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com - Sungai kecil yang bermuara di Sungai Cimanuk di Kampung Astana Hilir, Desa Jayawaras, sejak beberapa hari ini, tak lagi banyak dialiri limbah dari industri tempe. Sebab, limbah industri tempe yang biasa dibuang ke sungai sudah dimanfaatkan menjadi biogas untuk kebutuhan memasak.

Langkah kecil menjaga kebersihan sungai ini dinisiasi oleh Yayasan Paragita yang selama ini aktif melakukan kampanye soal pemanfaatan sampah, terutama sampah rumah tangga.

"Pada prinsipnya, semua sampah jika difermentasi akan menghasilkan gas," jelas Ir Gita Noerwardhani, ketua Yayasan Paragita saat ditemui, Jumat (9/2/2018) di rumahnya di Kampung Astana Hilir, Kelurahan Jayawaras, Kecamatan Tarogong Kidul.

Gita mengaku tergagas mencari solusi dari limbah industri tempe yang memang banyak di kampungnya dan biasanya dibuang begitu saja ke sungai. Akhirnya dari berbagai kajian, muncullah pemanfaatan limbah dengan diubah menjadi biogas.

"Kita mencoba menggandeng PLN untuk membiayai pembangunan tangki fermentasi dan tungku bakar tempe," jelas Gita.

Baca juga : Ketika Penyandang Tunanetra Melukis di Atas Kanvas...

Adapun limbah tempe yang digunakan untuk fermentasi adalah air rendaman kedelai setelah pertama kali direbus. Air ini mengandung asam setelah digunakan untuk merendam kedelai selama satu malam. Biasanya, air yang mengandung asam ini dibuang begitu saja oleh para perajin tempe ke sungai kecil yang mengalir membelah kampungnya.

"Kalau untuk awalan, biasanya fermentasi air limbah tempe ini bisa sampai dua bulan hingga menghasilkan gas, yang sekarang kita campur dulu sama kotoran sapi agar fermentasinya cepat, hanya dua minggu," katanya.

Proses fermentasi sendiri dilakukan di sebuah tangki berkapasitas 4.000 meter kubik yang ditanam di bawah tanah. Dari tangki tersebut, dipasanglah pipa untuk mengaliri gas methan yang nantinya digunakan untuk masak.

Selain itu, dibuat juga saluran untuk memasukkan limbah ke tangki. Di sisi lain tangki, dibuat saluran air limbah dari tangki fermentasi yang gunanya menampung limbah tempe yang telah mengalami fermentasi.

"Air sisa fermentasi ini bisa dijadikan pupuk organik, kita sedang ujicobakan dengan kotoran kelinci. Pemda Garut telah siap membeli pupuk organiknya nanti," jelas Gita antusias.

Gita memastikan, pemanfaatan limbah tempe untuk biogas ini tidak menyisakan limbah, karena bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Dengan begitu, masalah limbah tempe ini bisa diselesaikan tanpa ekses.

"Kita telah ujicobakan di satu pabrik tempe milik H Yoyo, mudah-mudahan pabrik tempe yang lain bisa ikut, karena ada beberapa pabrik tempe besar di sini, yang kecil lebih banyak lagi," katanya.

Emuh, pekerja di pabrik tempe milik H Yoyo yang limbah tempenya digunakan untuk biogas mengungkapkan, setelah limbah rendaman tempe digunakan untuk biogas, tak ada lagi limbah industri tempe yang dibuang ke sungai. Jika pun ada, paling air sisa rebusan kedelai yang sebenarnya tidak beracun.

"Yang dipakai biogas itu air rendaman tempe, itu memang asam, kalau kulit kedelainya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak domba," katanya.

Baca juga : Kapolres Aceh Utara: Ini Tanah Rencong, Bukan Negeri Bencong

Pabrik tempe milik H Yoyo sendiri, menurut Emuh, setiap harinya bisa memproduksi tempe dengan menghabiskan bahan baku kedelai hingga 1 kuintal. Dari jumlah tersebut, limbah air rendaman tempe yang bisa dihasilkan bisa mencapai 100 liter yang kemudian diisikan ke dalam tangki fermentasi.

Meski limbahnya bisa menghasilkan biogas, namun gas yang dihasilkan belum bisa digunakan untuk merebus kedelai karena tekanannya kecil dan perlu kompor dengan tungku khusus agar gas bisa digunakan memasak kedelai.

Namun, untungnya Yayasan Paragita memfasilitasi pabriknya untuk mendapatkan bantuan lain berupa tungku bakar. Sebelum menggunakan tungku bakar, kedelai dimasak menggunakan kayu bakar. Setelah menggunakan tungku bakar, pemakaian kayu bakar bisa lebih hemat hingga 50 persen.

Kompas TV Puluhan air sumur warga di Kota Kediri tercemar limbah yang diduga dari pabrik gula. Akibatnya air tak bisa digunakan untuk kebutuhan mandi dan memasak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com