Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Pesantren Sunda di Cirebon, Santri Dilarang Bawa Ponsel dan Masjid Tak Pakai Pengeras Suara

Kompas.com - 09/02/2018, 00:10 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com - Suasana sunyi di siang hari seakan menyelimuti sebuah permukiman warga sekaligus lingkungan Pondok Pesantren Benda Kerep, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, pada Jumat (2/2/2018) pagi hari.

Berbeda dengan kebanyakan suasana pondok pesantren, di lokasi ini tak terlihat gedung-gedung tinggi pusat pendidikan agama layaknya ponpes modern. Terlihat hanya bangunan-bangunan rumah tempo dulu dan kamar-kamar kecil tempat para santri tinggal serta halaman rumah untuk menuntut ilmu para santri.

Di dalam lingkungan ponpes pun tak tampak sama sekali suara deru kendaraan ataupun televisi dan radio. Kesunyian ponpes ini seakan menjadi ciri khas lingkungan para santri untuk fokus menuntut ilmu.

Saat itu, Kompas.com berkunjung ke para sesepuh ponpes ini dibawa oleh salah seorang pengajar setempat sekaligus kolega dekat Bupati Purwakarta sekaligus salah satu kandidat di Pilkada Jabar, Dedi Mulyadi.

Gerbang masuk ke ponpes ini harus melewati sungai besar tanpa jembatan. Antara tepi sungai yang satu dengan tepi lainnya hanya dihubungi petak-petak batu yang disusun bersisian di dasar sungai.

Baca juga : Said Aqil: Indonesia Butuh Menteri Bidang Pesantren

Bahkan suara azan pun hanya terdengar sayup-sayup karena tak boleh ada pengeras suara di masjid. Keheningan memang dijaga ketat di pondok yang berusia lebih dari dua abad ini.

"Untuk santri dilarang membawa hp karena supaya mereka konsentrasi pada pelajaran. Selain hp, televisi dan radio pun tak diperbolehkan," kata salah seorang juru bicara ponpes, Sadullah (35).

Pengelola pondok sengaja tak membangun jembatan di atas sungai tersebut. Sebab jembatan dianggap akan membawa masuk pengaruh luar ke dalam pondok, kemudian merusak kesunyian yang telah berjalan selama ratusan tahun.

“Pak Kiai Muhammad Soleh sebagai pendiri ponpes berwasiat supaya tak ada jembatan di sungai itu. Mungkin hikmahnya agar pesantren dan santrinya tidak terpengaruh oleh pengaruh luar. Motor dan mobil pun tidak bisa masuk pesantren tersebut," ujarnya.

Ponpes ini didirikan sejak tahun 1862 oleh KH Muhammad Soleh, atau sekitar 300 tahunan lalu. Sejak dulu sampai sekarang, Pondok Pesantren Benda Kerep masih mempertahankan budaya leluhurnya dan seolah mengisolasi diri dari pengaruh luar. Mulai dari menjaga lingkungan sekitar pesantren yang tak boleh merusak alam dan pepohonan, sampai pada pengajaran sistem pendidikan yang masih tradisional Sunda.

Pendiri Kiai Soleh sendiri berasal dari keturunan Keraton Kanoman, yakni keturunan ke-13 dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Cirebon.

"Kalau sesepuh pesantren ini baru beberapa bulan kemarin tepatnya bulan September 2017 sudah meninggal, yakni KH Hasan Abu Bakar Bin KH Muhammad Soleh. Sekarang diteruskan oleh saudara-saudaranya sebagai sesepuh di ponpes ini," ujar dia.

Sejarah lokasi

Saat di pesantren, Dedi Mulyadi pun berkesempatan bersilaturahmi dengan beberapa sesepuh ponpes tersebut. Salah satunya dengan KH Muharror, yang tinggal di rumah sederhana tempo dulu. Secara hangat, kiai kharismatik tersebut berbincang-bincang tentang sejarah Ponpes Benda Kerep.

Baca juga : Pondok Pesantren Nurul Huda Banat, Mendidik Santri Peduli Sesama

Menurutnya, sebelum menjadi kampung Benda Kerep, dulu wilayah ini dinamakan Cimeuweuh yang berasal dari bahasa Sunda "cai meuweuh" atau air menghilang. Dulu katanya orang yang masuk ke wilayah ini selalu hilang entah ke mana. Tetapi menurut keyakinan masyarakat sekitar, kemungkinan besar orang yang masuk kewilayah tersebut dibawa ke alam gaib oleh sekelompok mahkluk gaib penghuni wilayah Cimeuweuh.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com