Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Tien Kok Sie, Kelenteng Berusia 300 Tahun di Solo

Kompas.com - 06/02/2018, 07:37 WIB
Labib Zamani

Penulis

SOLO, KOMPAS.com - Berdirinya Kelenteng Tien Kok Sie di Jalan RE Martadinata Solo, Jawa Tengah tak bisa lepaskan dari pusat perdagangan.

Di manapun penduduk Tionghoa berada, selalu dekat dengan pasar. Maka tak jauh dari pusat perdagangan itu pula akan berdiri bangunan kelenteng.

Terbukti bangunan klasik berarsitektur Tiongkok dengan warna dominan merah menyala dan kuning emas itu berdiri kokoh sampai sekarang di kawasan pusat perdagangan. Tepatnya, di selatan bangunan Pasar Gede Hardjonagoro atau lebih dikenal dengan sebutan Pasar Gede.

Tempat ibadah untuk Tri Dharma (Taoisme, Khonghucu, dan Budha) ini diperkirakan sudah berumur lebih dari 300 tahun.

 

(Baca juga : Cerita Keberagaman Dari Klenteng Kim Hin Kiong)

Dibangun sekitar 1748, tiga tahun setelah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri tahun 1745. Kelenteng sebagai tempat ibadah warga dan masyarakat keturunan Tionghoa ini awalnya berada di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Geger Pecinan (pertempuran etnis Tionghoa melawan Belanda) di Kartasura membuat keraton harus pindah ke Desa Sala (tempat yang sekarang dibangun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat).

Seiring perpindahan ibu kota kerajaan, pusat nagari termasuk pusat keramaian (pasar) juga berpindah. Begitu pula dengan kelenteng.

Humas Kelenteng Tien Kok Sie Solo, Candra Halim sedang melakukan sembahyang di Kelenteng Tien Kok Sie Solo, Jawa Tengah, Senin (5/2/2018).KOMPAS.com/Labib Zamani Humas Kelenteng Tien Kok Sie Solo, Candra Halim sedang melakukan sembahyang di Kelenteng Tien Kok Sie Solo, Jawa Tengah, Senin (5/2/2018).
Kelenteng Tien Kok Sie berdiri di atas lahan seluas 250 meter persegi. Di belakang kelenteng terdapat Kali Pepe, pelabuhan kecil sebagai akses keluar masuknya perdagangan ke Solo.

Kali Pepe yang bermuara menuju Bengawan Solo ini menjadi sarana transportasi para pedagang dari berbagai luar daerah ke Solo.

"Dulu belum umum kereta api dan pesawat terbang. Naiknya itu kapal, perahu, atau getek, dan mereka (pedagang) mampirnya ke pasar ini. Pasar ini sudah lama. Bukan bangunannya, tapi pasarnya," kata Humas Kelenteng Tien Kok Sie Solo, Candra Halim saat berbincang dengan Kompas.com di Solo, Senin (5/2/2018).

(Baca juga : Mengintip Kisah Mitologi Dewa-Dewi Taoisme di Kelenteng Lasem )

Sejak pertama dibangun, bangunan Kelenteng Tien Kok Sie hanya mengalami perbaikan kecil, mengingat bangunan kelenteng sebagai cagar budaya dilindungi.

Halim menambahkan, struktur bangunan kelenteng bertuan rumah Kwan She Im Poo Sat ini masih asli. Hal itu terlihat pada dua patung (arca) singa yang berada di luar pintu masuk dan kayu pada bangunan kelenteng.

"Kelenteng Tien Kok Sie mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi budaya. Kalau bicara budaya tidak lepas dengan adanya agama. Yakni, untuk bersembahyang umat Tri Dharma," kata dosen STIMIK Duta Bangsa Solo ini menjelaskan.

"Kelenteng juga sebagai pusat budaya Tionghoa. Kalau bicara orang Tionghoa pasti bicara kelenteng, begitupun sebaliknya," tambahnya.

Fungsi kelenteng yang kedua adalah sosial. Kelenteng sebagai tempat untuk berinteraksi antar orang Tionghoa.

"Jadi, para pedagang Tionghoa kalau pagi sebelum ke tempat kerja, mereka mampir dulu ke kelenteng. Di kelenteng mereka akan membicarakan tentang bisnis atau seputar pekerjaan. Juga sebagai tukar informasi dan memori," tambah dia.

Kompas TV Tradisi Jelang Perayaan Tri Suci Waisak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com