Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fajar Arif Budiman
Pemerhati Kebijakan Publik

Menyelesaikan studi Magister Kebijakan Publik di Universitas Padjadjaran. Saat ini menjadi pemerhati dan peneliti kebijakan publik di Akar Rumput Strategic Consulting

Menakar Elektabilitas Figur dan Kekuatan Parpol di Pilkada Jawa Barat

Kompas.com - 27/01/2018, 09:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Meski begitu, penulis memprediksi bahwa elektabilitas Ridwan Kamil akan menurun setelah dipasangkan dengan Uu Ruzhanul Ulum. Figur Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, sangat populer dan mendapat dukungan besar di kelompok masyarakat milenial.

Mereka adalah orang-orang yang berorientasi kekinian, sangat tergantung pada gawai digital, dan biasanya hidup di perkotaan. Bagi mereka, figur Uu Ruzhanul Ulum bukanlah figur yang suitable dengan tipologi kaum milenial.

Sebagai pasangan, Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum harusnya bisa saling melengkapi. Namun, menggabungkan preferensi kedua figur yang telah memiliki segmentasi masing-masing bukanlah perkara mudah. Meski juga tidak boleh diabaikan bahwa beberapa hasil survei menemukan bahwa Uu Ruzhanul Ulum memiliki elektabilitas tertinggi sebagai kandidat wakil gubernur.

Deddy Mizwar yang berpasangan dengan Dedi Mulyadi, jika dihitung di atas kertas tentu merupakan pasangan calon dengan elektabilitas tertinggi. Hal ini terjadi jika dilakukan penjumlahan elektabilitas Deddy Mizwar dengan elektabilitas Dedi Mulyadi.

Namun, tentu saja kalkulasi politik tidak bisa dilakukan dengan perhitungan sesederhana itu. Elektabilitas masing-masing figur tidak dapat dijumlahkan untuk mengetahui elektabilitas pasangan.

Justru sebaliknya, penggabungan dua figur dengan elektabilitas yang termasuk tinggi ini sepertinya tidak akan mendongkrak elektabilitas pasangan secara siginifikan. Terlebih pesan-pesan yang disampaikan oleh Dedi Mulyadi selalu direspons dengan tidak positif oleh Deddy Mizwar. Misalnya mengenai konsep "sajajar" yang selalu dibangun oleh Dedi Mulyadi, tapi tidak pernah disampaikan oleh Deddy Mizwar.

"Sajajar" dalam bahasa Sunda berarti sejajar (meskipun kemudian menjadi akronim dari Sajati Jawa Barat) merupakan konsep berpasangan antara gubernur dan wakil gubernur yang ditawarkan oleh Dedi Mulyadi.

Menurut Dedi, gubernur dan wakil gubernur harus sejajar, tanpa hierarki. Sepertinya konsep ini tidak diterima oleh Deddy Mizwar, harusnya tetap hanya ada satu pemimpin dalam setiap kafilah.

Selain itu, terpantau juga pesan politik bahwa Dedi Mulyadi merasa lebih "depan" daripada Deddy Mizwar yang dikomunikasikan secara visual dengan membuat grafis baliho dan spanduk.

Pada desain grafis tersebut foto Dedi Mulyadi diposisikan di depan Deddy Mizwar dan berukuran cenderung lebih besar. Melihat hal ini, orang awam juga dapat menilai bahwa pasangan "kawin paksa" ini tidak akan bisa membangun fondasi koalisi yang mapan karena tidak pernah terbentuk chemistry yang positif di antara keduanya.

Selanjutnya adalah pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu. Sebagai pasangan yang belum lama "bertemu", mereka sepertinya mampu untuk langsung membina keharmonisan yang baik. Mungkin karena berangkat dari koalisi partai yang "permanen" menjadikan Gerindra dan PKS (juga PAN), tidak sulit untuk berkoordinasi.

Meskipun demikian, tampak jelas di mata Syaikhu perasaan "kehilangan" Deddy Mizwar. Padahal banyak pengamat yang meyakini pasangan Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu akan menjadi pasangan dengan peluang menang paling besar.

Baik Syaikhu apalagi Sudrajat adalah wajah-wajah baru dalam konstelasi politik di Provinsi Jawa Barat. Sekalipun Ahmad Syaikhu adalah Wakil Wali Kota Bekasi dan juga Ketua DPW PKS Jawa Barat, tidak serta-merta dirinya dikenal oleh publik di Jawa Barat. Apalagi Sudrajat, dirinya muncul dalam waktu-waktu terakhir dan diperkenalkan kepada publik sebagai "pilihan Prabowo", bukan karena prestasi-prestasinya.

Pasangan terakhir adalah pasangan yang diusung oleh partai politik tunggal PDI Perjuangan, yaitu Tb Hasanuddin dan Anton Charliyan. Tb Hasanuddin merupakan Ketua DPD PDI Perjuangan yang jauh sebelum memasuki tahapan pemilihan gubernur sudah mencoba meningkatkan popularitas.

Namun entah mengapa, mendekati tahun 2017, sosialisasi dirinya sudah tidak pernah terdengar lagi hingga akhirnya mendaftar sebagai calon gubernur didampingi oleh Anton Charliyan.

Anton Charliyan terpantau giat melakukan sosialiasi termasuk dengan memasang reklame dan alat peraga kampanye lainnya. Sebagai mantan Kapolda Jawa Barat, Anton seharusnya cukup mengenai Jawa Barat secara komprehensif. Jabatannya sebagai Kapolda membuat dirinya mendapatkan banyak informasi yang akan berguna dalam suksesinya sebagai wakil gubernur.

Kekuatan partai politik

Kekuatan partai politik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam kompetisi politik di Pilkada Jabar Di Jawa Barat terdapat beberapa Ketua partai politik tingkat provinsi yang diusung untuk menjadi paslon, yaitu Dedi Mulyadi dari Golkar, Ahmad Syaikhu dari PKS, dan Tb Hasanuddin dari PDI Perjuangan.

Hal ini merupakan indikasi bahwa popularitas saja tidak cukup untuk dapat memenangkan persaingan. Diperlukan para ksatria politik yang mengetahui seluk-beluk medan tempur. Jawa Barat tidak bisa digunakan sebagai medan simulasi tempur, tetapi medan tempur yang sebenar-benarnya.

Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum yang didukung oleh empat partai politik memiliki modal 24 kursi di DPRD Provinsi Jawa Barat atau sebanyak 24 persen. Empat partai politik merupakan koalisi partai politik paling banyak di Pilkada Jabar 2018.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com