Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikan "Like" di Medsos kepada Calon Kepala Daerah, PNS Bisa Kena Sanksi

Kompas.com - 20/01/2018, 16:48 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

PURBALINGGA, KOMPAS.com - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018, poster dan konten kampanye mulai membanjiri sejumlah fitur di media sosial. Peralihan pola kampanye konvensional menuju digital ini mempermudah tim pemenangan peserta pilkada dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bakal calon yang diusung.

Namun, khusus bagi aparatur sipil negara (ASN) atau disebut juga pegawai negeri sipil (PNS), kampanye digital yang semakin ramai ini membuat mereka lebih berhati-hati. Sebab, jika sampai ASN terbukti memberikan like pada konten yang berbau pilkada di luar akun KPU, maka siap-siap saja ASN tersebut menerima hukuman disiplin.

Ketua Panitia Pengawas Kabupaten (Panwaskab) Purbalingga Imam Nurhakim mengatakan, like di media sosial sangat terkait dengan netralitas Pilkada 2018. Pihaknya mengatakan, ASN dilarang mengunggah, memberikan like, dan atau menyebarluaskan visi misi bakal calon kepala daerah melalui media daring atau media sosial.

Salah satu komisioner KPU Purbalingga, Suchedi, menambahkan, satu-satunya wahana bagi ASN untuk memberikan dukungan dan aspirasi kepada para bakal calon kepala daerah yakni fasilitas yang disediakan KPU. Dengan kata lain, lanjutnya, like dan komentar untuk para bakal calon kepala daerah hanya boleh diberikan ASN di halaman resmi media sosial KPU.

“ASN hanya diperbolehkan untuk like dan komentar terkait bakal calon kepala daerah di halaman resmi media sosial KPU. Di luar itu (halaman resmi KPU), dilarang keras,” kata Suchedi, Sabtu (20/1/2018).

Baca juga: Pilkada 2018, ASN Terbukti Tak Netral Langsung Diberhentikan Sementara

Secara terpisah, Kepala Bidang Pembinaan dan Penatausahaan Kepegawaian Kabupaten Purbalingga Sri Puji Artati mengungkapkan, larangan like ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 4 Angka 14 dan Angka 15, yaitu ASN tidak boleh terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah.

“Jadi larangan ini berlaku menyeluruh bagi seluruh ASN, tidak boleh menggunakan fasilitas dinas, apalagi kampanye menggunakan embel-embel jabatan,” ujarnya.

Sri Puji menambahkan, jika ASN terbukti terlibat dalam kampanye, maka sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 13 Angka 13, ASN akan diberikan hukuman disiplin tingkat berat.

Sebelumnya diberitakan Kompas.com, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Sumarsono setelah rapat teknis persiapan Pilkada Serentak 2018 di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2018), menuturkan, pengawasan terkait netralitas ASN pada Pilkada 2018 semakin diperketat.

Menurut Sumarsono, pemberian sanksi terhadap ASN yang terbukti tidak netral dipersingkat. Selain itu, ASN yang bersangkutan juga akan langsung diberhentikan sementara.

"Netralitas ASN saat ini sangat diperketat. Jadi prosesnya dipersingkat untuk pilkada. Kalau ditengarai ada pelanggaran, Bawaslu berkoordinasi dengan KASN, Kemenpan RB, dan Kemendagri untuk selanjutnya ASN bersangkutan akan diberhentikan sementara," ujar Sumarsono.

"Untuk ASN, kami sangat tegas memonitor. Prosesnya dipersingkat. Jika memenuhi kategori pelanggaraan langsung diberikan pemberhentian sementara. Oleh karena itu, tolong jangan terlibat," tambahnya.

Baca juga: TNI, Polri, dan ASN yang Maju Pilkada Harus Serahkan Surat Mundur

Sumarsono menjelaskan, pemberian sanksi terkait pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2018 berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan imbauan Menteri Dalam Negeri terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018, proses tersebut dipersingkat. ASN akan langsung diberhentikan sementara setelah sidang selesai digelar.

"Jadi prosesnya tidak panjang seperti PP Nomor 53 Tahun 2010. Lisan dulu, tertulis dua kali, ya kepanjangan. Jika ASN terbukti melanggar netralitas, sidang selesai, kemudian diberhentikan sementara," ucap Sumarsono.

Selain itu, Sumarsono juga mengingatkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Bawaslu memiliki kewenangan untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran netralitas oleh ASN kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, Kemenpan RB, dan Kemendagri.

"Kalau kemarin Bawaslu dan Panwaslu agak seperti macan ompong, bisa mengawasi tapi tidak punya taring. Sekarang melalui UU No 10 Tahun 2016 sudah diberi taring. Dalam konteks ASN bisa memberikan informasi kepada pejabat yang berwenang untuk memberikan sanksi bagi mereka yang terlibat (melanggar netraliras)," kata Sumarsono.

Kompas TV Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo meminta aparatur sipil negara yang ikut ormas anti-Pancasila untuk mengundurkan diri. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com