Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sumiyati, TKI dari Grobogan yang Tewas Dianiaya Majikannya di Arab Saudi

Kompas.com - 11/01/2018, 09:06 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis


GROBOGAN, KOMPAS.com - Beberapa lembar foto cetak berwarna hasil jepretan kamera jadul mengabadikan sosok Sumiyati, anak kedua hasil buah cinta Maryono Wirodirjo (62) dan Sunarsih (57).

Meski jumlahnya tak banyak, setidaknya foto yang dipajang di dalam album itu menyimpan sejuta memori yang tak terlupakan bagi keluarga kecil Sumiyati di Dusun Galeh, Desa Kramat, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

"Istri saya paling rajin membersihkan debu yang menempel di album foto Sumiyati. Selalu saja kami tak kuasa menahan tangis kalau melihat foto Sumiyati. Begitu kuat kenangan dari Sumiyati di hati kami," tutur Mbah Maryono, sapaannya, saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Rabu (10/1/2018).

Di rumah sederhana berdinding papan dan beralaskan tanah inilah Sumiyati menghabiskan masa kecilnya sebagai seorang anak petani. Hidup di lingkungan keluarga dengan kondisi perekonomian yang pas-pasan perlahan membangun kepribadian Sumiyati menjadi gadis yang bersahaja.

Baca juga: Selama 2017, 62 TKI Asal NTT Meninggal di Malaysia

Pendidikan karakter Sumiyati ditempa sejak dasar di sekolah berbasis agama atau madrasah. Sumiyati pun tumbuh berkembang sebagai gadis yang religius. Putri kedua dari tiga bersaudara itu dikenal tekun shalat dan mengaji.

Dia tak pernah menuntut keinginan di luar batas kemampuan finansial orangtua, justru dia dengan senang hati membantu orangtuanya terjun ke sawah.

Sikap dan perilaku positif yang ditunjukkan itulah yang membuat potret Sumiyati memperoleh tempat istimewa di benak keluarga.

"Sumiyati anak yang baik, penutur, pendiam, dan tidak neko-neko. Shalat dan mengaji tak pernah luput, dengan keluarga begitu baik dan ringan tangan," ungkap Mbah Maryono.

Bertaruh nasib ke Arab Saudi

Selepas menghabiskan waktu menuntut ilmu di madrasah tsanawiyah di kampung halamannya, Sumiyati tidak melanjutkan ke jenjang SMA. Karena keterbatasan ekonomi, dia memilih membantu orangtuanya bertani di sawah. Pada tahun 2000, Sumiyati yang lahir pada 1 Maret 1984 tersebut menikah dengan lelaki idaman yang juga tetangganya, Sukardi.

Pernikahannya dengan pekerja bangunan tersebut dianugerahi seorang putra yang diberi nama Muhammad Rozi.

Hingga suatu ketika, hasrat Sumiyati untuk mengubah strata hidup mengantarkannya untuk bertaruh nasib ke negeri orang. Dia tergiur dengan nasib para tetangganya yang sukses setelah menjalani profesi sebagai pahlawan devisa negara di Arab Saudi.

Pada Mei 2004 melalui penyaluran Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT AMRI Margatama, Jakarta, Sumiyati akhirnya terbang ke Arab Saudi bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saat ditinggal hijrah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, anak semata wayangnya masih berumur dua tahun.

"Mbak nitip Bapak, Emak, dan Rozi ya, Dik. Mbak tidak akan pulang sebelum sukses," ujar Yuliatun (29), adik Sumiyati, menirukan pesan kakaknya itu sebelum hengkang ke Arab Saudi.

 

Maryono Wirodirjo (62) menunjukkan ijazah Sumiyati saat ditemui di rumahnya di Dusun Galeh, Desa Kramat, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (10/1/2018).KOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto Maryono Wirodirjo (62) menunjukkan ijazah Sumiyati saat ditemui di rumahnya di Dusun Galeh, Desa Kramat, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (10/1/2018).

Nyawa dibayar nyawa

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com