Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hinca IP Pandjaitan XIII
Politikus

Politikus, sekretaris jenderal Partai Demokrat. Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan politik bagi anak bangsa dalam kolom yang diberi judul: NONANGNONANG. Dalam budaya Batak berarti cerita ringan dan bersahaja tetapi penting bercirikan kearifan lokal. Horas Indonesia.

Jaga Integritas Kepala Desa dari Ancaman Jerat Korupsi

Kompas.com - 04/01/2018, 10:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

SUATU siang di ruang tunggu C7 Bandara Internasional Soekarno-Hatta Terminal 1C, saya duduk bertiga bersama anak-anak muda generasi milenial yang biasa mendampingi saya, Frans dan Bardan.

Kami akan berangkat menuju Sumatera Utara menuju Medan untuk memberikan pelatihan di Sekolah Politik Partai Demokrat di sana. Selalu menjadi kebiasaan saya untuk mengisi waktu seluang apapun untuk berdiskusi secara santai bersama dua anak muda milenial ini, Nonangnonang.

Setelah Polmark Indonesia mengumumkan hasil surveinya, Senin (18/12/2017), banyak orang termasuk media menggali pendapat saya mengenai hasil survei itu, baik melalui media sosial maupun mewawancarai langsung.

Pertanyaannya beragam, mulai dari kemungkinan koalisi untuk 2019 hingga peluang AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai sosok yang diperhitungkan dalam Pilpres 2019. Namun, dua anak muda generasi milenial yang biasa menjadi teman diskusi saya, memiliki sudut pandang lain mengenai hasil survei tersebut.

Baca juga : Mulai 2018, Pemanfaatan Dana Desa Tak Boleh Gunakan Kontraktor Luar

“Tulang, kalau aku lihat dalam hasil survei Polmark Indonesia kemarin, ada fakta yang mengungkapkan bahwa permasalahan korupsi ternyata masih menjadi salah satu permasalahan besar bangsa ini, aku pikir masalah korupsi tak menjadi penting di tengah masalah ekonomi rakyat yang genting,” tanya Frans yang tampak bingung sekaligus nampak uring-uringan itu.

“Ah… Kau ini, kalau sudah urusan korupsi alergi sekali. Apa semua generasi milenial seperti Kau, ya”,  jawab saya sekenanya.

“Iya, Tulang, kami serius sekali. Masalah pembekuan KPK saja masih berbekas, apalagi ditambah hasil survei terbaru ini,” balas Frans cepat.

“Dalam hasil survei Polmark, selain tentang elektabilitas, kesukaan, hingga popularitas tokoh nasional, juga membahas mengenai beberapa permasalahan besar bangsa pada era pemerintahan saat ini. Korupsi bahkan menempati urutan ketiga setelah masalah sulitnya mendapatkan pekerjaan dan kemiskinan,” kata saya mulai merespons Frans.

“Tapi, Bang, menurut Transparency International, nilai Indeks Persepsi Indonesia tentang korupsi dari tahun ke tahun selalu membaik. Bagaimana bisa korupsi menjadi permasalahan besar yang menonjol pada pemerintahan saat ini?” potong Bardan yang seakan tak percaya dengan hasil survei tersebut.

“Nah … itu letak soalnya,” kata saya lagi merespons Bardan antusias.
 

Korupsi dana desa?

Saya membetulkan duduk dan mulai serius menjelaskan ke mereka berdua, “Perlu kita sadari bersama bahwa permasalahan korupsi ini merupakan penyakit ganas seperti 'kanker' yang lintas generasi tak kunjung berhenti. Mulai dari Orde Baru hingga pemerintahan sekarang permasalahan korupsi selalu menjadi momok bangsa ini." 

"Mari kita ambil contoh untuk menunjukan bahwa banyak sekali celah korupsi yang jarang sekali disorot yakni Dana Desa. Itu artinya korupsi ini yang terjadi di lingkup terkecil pemerintahan yakni Pemerintahan Desa," kata saya. 

Ilustrasi desaKOMPAS/ANASTASIA JOICE Ilustrasi desa
Diskusi semakin serius bahkan kedua anak muda ini menunjukan sisi generasi milenialnya. Mereka mengeluarkan telepon seluler agar cepat browsing data dan fakta mengenai masalah Dana Desa.

Walaupun jarang disorot, tapi Korupsi Dana Desa sebenarnya adalah sebuah polemik serius yang dihadapi oleh masyarakat.

“Coba lihat dulu kultwit-ku mengenai Dana Desa kemarin, di situ kusampaikan jumlah desa di Indonesia menurut Permendagri No 56 Tahun 2015 tercatat mencapai 74.754 desa. Jumlah desa yang cukup besar tersebut tentu membuat alokasi Dana Desa patut menjadi perhatian khusus,” jelas saya.

Baca juga : Terkait Dana Desa, Tiga Pencapaian Ini Harus Terpenuhi

“Dana Desa merupakan amanat Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) yang pada saat itu ditandatangani oleh Presiden keenam RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Tentu tujuannya saat itu adalah untuk menciptakan pembangunan di wilayah desa, menyedihkan jika tujuan itu dinodai dengan dikorupsinya Dana Desa tersebut,” gerutu Bardan yang sedari tadi semangat membahas masalah ini.

“Benar, bahkan pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu secara khusus mengalokasikan 10 persen anggaran transfer ke daerah sejumlah Rp 640 triliun dalam RAPBN 2015. Agar pemerintahan Jokowi sudah dapat menjalankan amanat UU Desa,” tegas Frans yang melanjutkan pendapat Bardan.

“Wah kalian ini, cepat sekali menemukan data tersebut. Namun perlu kalian tahu dalam pelaksanaanya pemberian Dana Desa  ternyata ditemukan beberapa masalah. Pada Tahun 2015 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 14 temuan pada empat aspek, yakni aspek regulasi dan kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan, dan aspek sumber daya manusia, yang pada intinya proses pelaksanaan Dana Desa masih belum sempurna sebagai kebijakan nasional,” jelas saya kepada mereka.

Frans dan Bardan kemudian berbisik singkat sepertinya mereka baru menemukan sebuah data yang sangat mengejutkan tentang Dana Desa.

“Benar juga Bang, kami lihat data dari Indonesia Corruption Watch mereka menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2016-2017 (Agustus) terdapat 110 kasus mengenai penyelewengan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa. Dari 110 kasus tersebut, mayoritas pelakunya adalah kepala desa itu sendiri. Jika dikembangkan, terdapat 139 pelaku yang rinciannya 107 Kepala Desa, 30 orang Perangkat Desa, dan 2 orang istri Kepala Desa,” ungkap Bardan secara detail.
           
Saya jawab mereka dengan data yang sudah saya dapat sebelumnya, “Kalian tahu berapa kira-kira kerugian negara yang diakibatkan oleh kejahatan korupsi Dana Desa tersebut? Kerugian negara mencapai Rp 30 miliar."

"Mungkin terlihat kecil jika dibandingkan dengan Alokasi Dana Desa secara nasional, namun kerugian negara akibat korupsi tetaplah sebuah kerugian yang tidak termaafkan. Bentuk korupsi yang dilakukan bermacam-macam, ada penggelapan, mark-up anggaran, pungli, dan laporan fiktif,” kata saya lagi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com