Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Menakar Peta Politik Pilkada Jabar 2018

Kompas.com - 02/01/2018, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Bukan saja prestasinya di Bandung yang memikat banyak pihak dan memeroleh banyak penghargaan, melainkan juga kemampuannya berkomunikasi dengan publik, termasuk penggunaan media sosial, membuat Ridwan Kamil saat ini memiliki elektabilitas tertinggi.

Untuk segmen masyarakat urban, Ridwan Kamil sudah cukup terekspos. Keberadaan Nasdem yang ketua umumnya memiliki media massa nasional, bakal memperkuat ekspos Ridwan Kamil di masyarakat urban.

Dengan keberadaan PPP dan PKB yang memiliki banyak pendukung akar rumput di pedesaan, bakal membantu memperluas jangkauan pemilih Ridwan Kamil.

Di sinilah salah satu momen yang bakal menguji kualitas kepemimpinan RK, apakah mampu mengelola perbedaan di antara parpol pendukungnya, untuk di tingkat provinsi. Siapkah RK ‘naik kelas’ menjadi pemimpin di tingkat provinsi, ataukah cukup belajar menjadi wakil dulu di tingkat provinsi?


Peran PDI-P

Ada anomali dalam peran PDI-P di Pilkada Jabar 2018 ini. Selaku pemilik suara terbanyak di Jawa Barat, seharusnya PDIP mengambil peran sentral dan aktif dalam pembentukan koalisi mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat sejak awal.

PDI-P seharusnya yang mengontrol ritme persaingan antartokoh dan pergerakan peta koalisi. Hanya saja, mendekati penghujung proses pendaftaran, PDI-P terlihat masih mengambil peran pasif.

Lebih banyak wait and see. Malah gerakan PDIP terlihat lebih ditentukan dinamika pergerakan partai politik lain.

Padahal, semakin ke ujung, momentum yang dimiliki PDI-P bakal semakin berkurang. Jika PDI-P mengajak Golkar berkoalisi mengusung Dedi Mulyadi dan calon dari PDI-P, misalnya, dan meninggalkan Deddy Mizwar dan Demokrat, warga Jabar bakal menilai PDI-P menerapkan prinsip political survival (Mohtar Mas’oed, 2003).

PDI-P hanya mengedepankan pilihan-pilihan politik yang berkaitan dengan kepentingan partai politik itu sendiri. Ini karena dengan memecah koalisi Demiz-Demul, berarti Deddy Mizwar hampir dipastikan tidak bakal bisa mengikuti kontestasi di Pilkada Jabar 2018.

Jika Deddy Mizwar dan Demokrat kemudian berhasil ‘merayu’ PPP untuk berkoalisi setelah ditinggalkan Golkar, Ridwan Kamil yang terancam tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur Jawa Barat di Pilkada 2018.

Dengan demikian, langkah PDI-P ‘meminang’ Dedi Mulyadi dan Golkar di penghujung tenggat pendaftaran, bakal mengurangi salah satu pesaing terberat bagi pasangan calon dari PDI-P.

Namun, warga Jabar juga kehilangan salah satu pilihan pemimpin Jabar yang berkualitas. Dan, warga Jabar bakal mengingat ini karena strategi PDI-P. Sentimen negatif pun bisa tertuju ke PDI-P.

Pilihan kedua yang bisa diambil PDI-P adalah mengusung Ridwan Kamil. Hanya, ini pun bagai makan buah simalakama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com