MAMUJU, KOMPAS.com - Herawati (70), seorang nenek penderita tumor ganas hanya bisa tergolek lemas di ranjang berukuran 180 centimeter x 12 centimeter. Ia menderita penyakit itu selama tujuh tahun.
Serangan tumor ganas yang menggerogoti badannya membuat perut janda dua cucu ini terus membesar hingga ia makin kesulitan menggerakkan badannya. Karena alasan keterbatasan biaya, warga Kelurahan Bambu, Kecamatan Mamuju, Sulawesi Barat, ini tak pernah berobat ke puskesmas atau ke dokter ahli.
Herawati hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidurnya. Saat nyamuk menyerang di malam atau pagi hari, kelambu tua inilah menjadi penyelamat dan pelindung bagi Herawati.
Sejak Herawati terserang tumor ganas yang terus menggerogoti tubuhnya, jangankan mengurus kebutuhan primernya seperti memasak atau mandi, berdiri dan berjalan saja tak mampu ia lakukan. Semula, badannya berisi kini tampak makin kurus kerempeng sejak tubuh digerogoti tumor hingga perutnya terus membesar.
Dinding kamar yang terbuat dari lembaran tripleks atau playwood tampak sudah bocor. Tak ada fasilitas dan perabotan istimewa selain beberapa piring tua dan beberapa lembar pakaian yang dibiarkan bergelantungan di dinding rumahnya.
Karena alasan keterbatasan ekonomi, pihak keluarga tidak membawa nenek Herawati ke Rumah Sakit Daerah Mamuju. Sejak tujuh tahun terakhir, Herawati terpaksa hanya dirawat di rumahnya dengan seadanya.
Baca juga : Derita Kanker Payudara, Ibu Beranak Empat Ini Dapat Bantuan Dana
Meski perutnya terus mebuncit dan hanya terbaring di ranjang selama tujuh tahun, janda satu anak dan dua cucu ini belum pernah sama sekali mendapat perawatan dokter rumah sakit atau puskesmas.
Atas bantuan sanak tetangga, Herawati pernah dibawah ke RS Mamuju beberapa waktu lalu, namun karena dokter hanya memberikan surat rujukan ke Makassar, Hasrawati, anak Herawati, terpaksa memulangkan kembali ibunya ke kampung halamannya dengan alasan tak mampu membiayai pengobatan ibunya ke ibu kota Sulawesi Selatan itu.
Menurut Hasrawati, ia sempat meminta pihak rumah sakit agar ibunya dirawat inap. Meski diperbolehkan, namun keluarganya diminta membeli obat di luar rumah sakit dengan alasan obat tidak tersedia.
“Kata doter mama saya bisa dirawat inap di rumah sakit tapi harus beli obat di luar. Saya disarankan dokter untuk dirujuk ke Makassar, karena tidak punya biaya saya terpaksa pulangkan mama ke kampung,” jelas Hasrawati.
Herawati yang hanya ditemani seorang anak yang juga sudah menjanda ini hanya bisa berharap bantuan pemerintah agar bisa berobat.