Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawa Peti Mati, Seorang Warga Solo Kecam Donald Trump Terkait Yerusalem

Kompas.com - 09/12/2017, 18:12 WIB
Labib Zamani

Penulis

SOLO, KOMPAS.com - Seorang pria menginjak peti mati bertulisan "Trump Teror Palestina", tepatnya di bawah patung Slamet Riyadi di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (9/12/2017). 

Pria itu memakai kemeja putih lengan panjang dan celana jins hitam, bersepatu, serta topi di kepala.

Di belakang pria itu diparkir satu mobil berwarna hitam. Mobil itu dipasang bendera Palestina dan terdapat tulisan "Free Palestina" di kaca pintu kiri. Di bawah kaca pintu mobil juga terdapat tulisan "Trump is Racism & Fascism".

Semua atribut yang terpasang merupakan bentuk kecaman terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengklaim sepihak Yerusalem sebagai ibu kota Israel menggantikan Tel Aviv. Pria dalam aksi tunggal itu bernama Bambang Saptono.

"Ini untuk menyikapi terkait pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, di mana dia menyatakan bahwa ibu kota Israel akan dipindah ke Yerusalem. Ini sudah melanggar konvensi PBB," ungkap Bambang kepada wartawan seusai menggelar aksi tunggal di Solo, Sabtu.

Baca juga: Donald Trump, Iriana, dan Kedongkolan Jokowi terhadap Sikap AS

Bambang mengungkapkan, aksinya itu sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah Indonesia yang mengecam sikap Presiden AS tersebut yang secara sepihak mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota baru bagi Israel.

"Saya sebagai warga Indonesia ikut mendukung program pemerintah yang dalam rangka menggalang OKI atau negara-negara Islam untuk menggagalkan keinginan Donald Trump dalam mewujudkan ibu kota Israel tersebut," terangnya.

Sementara peti mati yang dibawanya itu menggambarkan Presiden Amerika Serikat simbol rasialisme dan fasisme serta berulah anti-demokrasi. Oleh sebab itu, dirinya memberikan peti mati kepada Donald Trump sebagai simbol kematian demokrasi.

"Ini harus digagalkan. Kalau tidak maka demokrasi di dunia akan hancur. Ini (peti mati) akan saya kirimkan ke Kedutaan Besar AS melalui Kantor Pos," ucap Bambang.

Kompas TV Mereka mendesak Amerika Serikat menarik kembali keputusannya ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com