Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Gereja Ganjuran, Bentuk Indah Akulturasi Jawa, Hindu-Buddha, dan Eropa

Kompas.com - 23/11/2017, 22:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pengantar: Ceritalah ASEAN telah mengunjungi Ubud (Bali), Pekalongan, Muntilan, Magelang (Jawa Tengah) dan satu kawasan fenomenal di Jakarta, Tanah Abang untuk memproduksi serangkaian video tentang Keberagaman Agama Indonesia. Sejak beberapa pekan lalu, Ceritalah ASEAN menghadirkan video tersebut disertai tulisan kolom tentang tradisi pluralisme yang menakjubkan di negara ini. Berikut video terakhir kami dari perjalanan yang mengesankan ini.

SEMBILAN puluh tiga tahun silam atau tepatnya 1924, sepasang bersaudara Joseph Ignaz Julius Maria Schmutzer dan Julius Robert Anton Maria Schmutzer mendirikan sebuah gereja di Ganjuran, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, sekitar 17 kilometer sebelah selatan Kota Yogyakarta.

Gereja Katolik Roma ini diberi nama Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, tapi terkenal juga sebagai Gereja Ganjuran

Schmutzer bersaudara yang keturunan Belanda ini bukanlah pastur. Mereka adalah pengelola pabrik gula Gondang Lipuro di Ganjuran. Dibantu J Yh Van Oyen, arsitek asal Belanda, Schmutzer membangun gereja sebagai wujud sosial mereka terhadap warga sekitar pabrik, khususnya bagi karyawan pabrik gula.

Baca juga : Pondok Pesantren Nurul Huda Banat, Mendidik Santri Peduli Sesama

“Cikal bakal Katolik di Gereja Ganjuran…ya, para pekerja pabrik gula itu,” tutur Windu Hadi Kuntoro, pengurus Gereja Ganjuran memulai ceritanya. Sebelumnya, kata wiraswastawan berusia 43 tahun ini, Schmutzer bersaudara juga mendirikan volksschool (sekolah rakyat) sejak 1919.

“Sejak itu banyak orang di Ganjuran ini mendapatkan ajaran tentang gereja, tentang Katolik, dan akhirnya banyak orang yang dibaptis,” Windu mengisahkan. Jika dulu, di awal-awal Gereja Ganjuran dibangun hanya ada 25 orang penganut Katolik, maka kini jumlah itu hampir mendekati 10.000.

Dari sisi sosial dan budaya, gereja memang diutus untuk menjadi berkat bagi sesama dan siapapun. Dengan berdirinya sebuah gereja, sebuah tatanan kehidupan manusia dengan nilai-nilai toleransi diharapkan dapat tumbuh dan hidup. Umat pun dapat mencegah dan terhindar dari berbagai konflik hingga ke akar-akarnya.

Pada 1927, Schmutzer bersaudara melengkapi kompleks gereja ini dengan membuat sebuah candi setinggi 10 meter yang juga dinamai Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Candi bercorak Hindu ini dibangun sebagai rasa syukur Schmutzer atas keberhasilan mengelola pabrik gula. Seperti candi-candi pada umumnya, candi ini juga berhiaskan relief bunga teratai dan memiliki relung.

Baca juga : Hindu Bali, Budaya dan Seni yang Tak Terpisahkan

Jika di relung candi umumnya terdapat patung Buddha atau arca Hindu, Lingga Yoni, maka di relung Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ini terdapat patung Yesus yang sedang duduk. Patung Yesus ini berparas Jawa, dengan pakaian adat Jawa, dan berambut seperti pendeta Hindu dengan mahkota di kepalanya.

Dari tahun ke tahun, gereja Ganjuran ini mengalami beberapa kali pemugaran. Namun, pada Mei 2006, kompleks gereja seluas 2,5 hektar ini tidak dapat menghindar dari gempa bumi yang menghancurkan Kabupaten Bantul. Gereja kemudian dibangun dan direnovasi ulang. 

Jika kita berkunjung ke Gereja Ganjuran saat ini maka kita akan melihat sebuah bangunan kompleks gereja—yang di dalamnya juga terdapat candi, pastoran, klinik, sekolah, termasuk area parkir—dengan perpaduan arsitektur bergaya Eropa, Jawa, dan Hindu-Buddha.

Gaya Eropa terlihat pada bangunan berbentuk salib jika terlihat dari udara. Atap gereja yang berbentuk tajug (piramida) dihiasi dengan salib besar.

Gaya Jawa terlihat pada bangunan yang bergaya joglo dihiasi ukiran Jawa, termasuk ukiran nanas pada tiang-tiang gereja, serta ukiran berbentuk jajar genjang yang disebut wajikan.

Pendopo gereja dikerjakan langsung oleh pihak Keraton Yogyakarta. Mereka mendatangkan pemahat khusus untuk membuatkan pahatan-pahatan kayu yang mirip dengan keraton.

Pada kanan kiri altar juga terdapat patung malaikat berbusana tokoh wayang orang sedang menyembah. Sementara empat tiang kayu jati bergaya Jawa yang menopang atap berbentuk tajug menggambarkan empat penulis Injil, yakni Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com