Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Warga Desa Karangrejek Gunungkidul Bebaskan Daerahnya dari Kekeringan

Kompas.com - 13/11/2017, 16:56 WIB
Labib Zamani

Penulis

SOLO, KOMPAS.com - Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merupakan daerah kekeringan. Bahkan, desa ini pun masuk ke kategori desa tertinggal.

Kini sebutan itu pun hilang setelah generasi mudanya bersama tokoh masyarakat di sana berhasil membuat sumber mata air atau semacam perusahaan daerah air minum (PDAM) desa. Selain untuk memenuhi kebutuhan air warganya sehari-hari, PDAM desa ini menjadi sumber pendapatan pokok di desa tersebut.

Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Karangrejek, Ton Martono, mengatakan, keberadaan PDAM desa mampu mengairi tiga desa tetangga, yakni Desa Siraman, Desa Duwet dan Desa Baleharjo. Selain itu, PDAM desa ini telah memiliki 1.348 pelanggan.

"Jadi, produk unggulan di Karangrejek adalah air minum. Sekarang pelanggannya sudah 1.348 orang dan sudah mengairi tiga desa tetangga," beber Ton Martono di Solo, Jawa Tengah, Senin (13/11/2017).

"Dulu Kerangrejek yang dikenal gersang, daerah IDT (inpres daerah tertinggal), kemarau panjang sumber mata air habis, dan ada peternak punya kambing lima tinggal satu karena (dijual) untuk membeli air saat kemarau panjang," kata dia.

Baca juga : Tiga Daerah di Jawa Tengah Alami Kekeringan Ekstrem

Ton Martono menjelaskan, sumur yang digali untuk pembuatan PDAM desa sedalam 150 meter dengan kapasitas 20 liter per detik. Kini semua kebutuhan air di desa tersebut terpenuhi. Warga tak lagi kekurangan air saat kemarau datang.

"Kami sudah memberikan PADes murni itu Rp 74 juta per tahun. Kemudian pendapatan BUMDes Rp 700 juta per tahun terdiri dari 20 persen untuk PADes, 40 persen operasional, 5 persen dana pendidikan, 5 persen untuk dana sosial," katanya.

Dijelaskan, untuk dana pendidikan tersebut disalurkan kepada pelajar mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) bagi orangtuanya yang tidak mampu. Dana tersebut tidak diwujudkan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk barang seperti sepatu, tas sekolah, dan uang pendidikan.

Kemudian dana sosial diperuntukan bagi masyarakat miskin yang tidak bisa membiayai rumah sakit, tidak punya BPJS, jamkesmas, dan lain-lain. Masyarakat tersebut mereka antarkan ke rumah sakit, kemudian nota pembiayaan rumah sakit dibayar BUMDes.

Baca juga : Kekeringan, Warga Dua Desa Antre di Mata Air hingga Tengah Malam

Sekretaris Jenderal Kementerian Desa dan PDTT, Anwar Sanusi, mengatakan, jumlah BUMDes mengalami peningkatan. Dari sebelumnya sekitar 18.000 BUMDes meningkat menjadi 22.000 BUMDes. Itu artinya, kata Anwar, ada penambahan alokasi dana desa yang digunakan untuk mendirikan dan mengembangkan BUMDes.

"Kami akan melakukan mapping (pemetaan) dari jumlah tersebut kira-kira berapa yang betul-betul berkembang dan bisa memberikan dampak tinggi terutama untuk perbaikan perekomian," kata Anwar.

Kompas TV Warga terpaksa berjalan kaki sejauh 1 Kilometer untuk mendapatkan air bersih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com