Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Keluarga Miskin Hangatkan Bayi dengan Bohlam hingga Meninggal

Kompas.com - 31/10/2017, 16:23 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - "Saya punya sahabat yang melahirkan anak, namun tak punya biaya dan jaminan kesehatan. Usai melahirkan, bayi itu mereka bawa pulang, diselimuti kain, dihangatkan pakai bohlam, beberapa hari kemudian bayinya meninggal."

Kalimat tersebut meluncur lancar dari mulut seorang ibu, Suparni (27), Warga Desa Bukit Peninjauan II, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Suparni saat ini hamil enam bulan. Ia sama sekali tak memiliki persiapan biaya untuk menghadapi kelahiran.

Suparni merupakan ibu rumah tangga. Suaminya bekerja sebagai kuli bangunan. Ia memiliki satu orang anak. Jika ia melahirkan bayi yang ada di kandungannya saat ini, maka ia akan memiliki dua orang anak.

"Saya bahagia bercampur cemas. Bahagia akan punya anak, namun saya tidak memiliki biaya apalagi asuransi kesehatan seperti JK KIS dan semacamnya," kata Suparni, belum lama ini.

(Baca juga : Sulap Ban Bekas Jadi Sofa, Eko Mampu Hidupi 84 Santri Miskin dan Yatim)

Saat anak pertamanya lahir, biaya persalinan dibantu program Jaminan Persalinan (Jampersal), namun saat ini program tersebut tidak ada lagi.

Ia tidak masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kartu Indonesia Sehat (KIS), karena memiliki kredit sepeda motor dan rumah.

"Kami ini punya motor kredit untuk suami bekerja. Kalau tidak ada motor, suami tak dapat bekerja. Karena punya motor, maka kami tak bisa mengakses JKN KIS," cerita Suparni.

Begitu juga dengan rumah. Menurutnya, rumah yang ia miliki saat ini, jauh dari layak huni meski itu milik pribadinya.

"Saya berharap pemerintah dapat mengevaluasi lagi aturan tersebut karena memiliki motor tidak jaminan bahwa kami keluarga tidak miskin," pintanya.

Ilustrasi bayi.miraclebaby.co.uk Ilustrasi bayi.
Secara terpaksa, Suparni berencana ikut program BPJS dengan biaya iuran Rp 25.000 per bulan per anggota keluarga. Artinya untuk empat orang anggota keluarga termasuk calon bayi ia harus merogoh kocek Rp 100.000 per bulan.

"Iuran BPJS Rp 100.000 per bulan itu sungguh berat bagi keluarga kami. Namun saya tidak mau kejadian teman saya anaknya meninggal karena tak ada jaminan kesehatan terjadi pada saya," ujarnya pelan.

(Baca juga : Ingin Bangun Rumah Warga Miskin, Polisi di Bireuen Jual Motor Trail Kesayangan)

Suparni tidak sendiri, ada banyak perempuan hamil lainnya mengalami hal serupa. Pengurus Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Seluma, Meri Oktarina mengatakan, ketakutan Suryani rata terjadi di sebagian besar perempuan desa.

Meri menjelaskan, KPI Kabupaten Seluma memiliki tiga posko Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi (PIPA) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di mana sebagian besar pengaduan yang diterima terkait terkendalanya akses manfaat jaminan kesehatan.

"Tidak adanya kepastian terhadap jaminan kesehatan ini kadang yang memperburuk kondisi kehamilan ibu," jelasnya.

Meri menilai, kesadaran pentingnya jaminan kesehatan bagi masyarakat wajib ditumbuhkan. Namun persoalannya, jika hari ini mereka tidak berpartisipasi dalam jaminan kesehatan mandiri itu karena memang tidak mampu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com