Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lampu Berbahan Limbah dari Yogyakarta Ini Tembus Pasar Asia dan Eropa

Kompas.com - 30/10/2017, 20:01 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Limbah alumunium bekas yang biasanya dibuang, oleh warga Kecamatan Semin, Gunungkidul, Yogyakarta, dibuat menjadi lampu hias antik yang bernilai tinggi.

Bahkan untuk pemasarannya, lampu tersebut sudah menembus luar negeri, mulai dari Malaysia, Singapura, Belanda, hingga Yunani.

Pada tahun 1960-an hingga 1980-an rumah milik bangsawan memiliki lampu tak biasa di ruang tamu rumah Joglo atau limasan. Lampu berdesain unik tersebut terpasang dengan cara diikat menggantung.

Hingga kini model lampu tersebut masih terpasang di sejumlah rumah arsitektur Joglo, hingga rumah model klasik lainnya. Lampu inilah yang menginspirasi Muhamad Nurul Huda, warga Dusun Garotan, Desa Bendung, Kecamatan Semin berkreasi.

 

(Baca juga : Kreativitas, Modal Penting untuk Memenangi Persaingan)

Siapa yang menyangka, lampu hias antik tersebut dibuat dari bahan alumunium bekas yang sudah tidak terpakai.

"Saya generasi kedua. Awalnya dari ayah saya bernama haji Rusmani. Ayah saya mulai memproduksi tahun 1998," katanya kepada wartawan di rumahnya, Senin (30/10/2017).

Awalnya, sambung dia, sang ayah bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik pengecoran alumunium. Lalu dengan modal kreativitas, ia membuat berbagai kerajinan. Mulai dari lampu taman hingga meja dan kursi.

"Mulai tahun 2008 mulai mengembangkan hingga membuat lampu untuk rumah limasan dan joglo," tuturnya.

Cara pembuatannya, pertama-tama membuat pencetakan motif alumunium yang hendak diinginkan. Pengerjaannya terbilang tradisional karena hanya menggunakan pasir sebagai tempat pencetakan motif.

(Baca juga : Begini Cara Memanfaatkan Kreativitas Generasi Milenial)

 

Usai tempat cetakan disiapkan, para pekerja harus mencairkan alumunium bekas dengan cara dibakar disuhu 600 derajat celsius selama 1,5 jam hingga alumunium berubah menjadi cair.

Cairan alumunium bekas yang sudah tidak terpakai tersebut lantas dimasukkan ke dalam tempat pencetakan motif yang sudah disiapkan sebelumnya.

Usai motif yang disiapkan jadi, tinggal langkah finishing. Mulai dari penghalusan, pewarnaan, hingga perakitan lampu hias semuanya diselesaikan menggunakan tangan untuk menjaga kualitas.

Huda mengatakan, lampu tersebut sudah dipasarkan di hampir sebagian kota besar di Indonesia, mulai dari Jakarta, Bandung, Bali, Mataram, hingga Sulawesi. Untuk mengenalkan produknya, ia kerap mengikuti pameran dan memasarkannya di media sosial.

Di luar negeri, mereka bisa memasarkan produknya sampai ke Eropa seperti Yunani dan Belanda. Untuk pasar Asia, produknya bisa menembus Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Singapura.

"Untuk pembuatan kita sesuai pesanan, tetapi rata-rata 50 sampai 100-an unit perbulannya," ucapnya.

Harga yang ditawarkan pun beragam, dari Rp 450.000 hingga Rp 18 juta per pcs tergantung besar dan tingkat kerumitan pembuatannya.

Huda mengatakan, untuk membuat lampu kerajinan alumunium ia dibantu 9 pegawai tetap. Ia akan menambah 4 pegawai ketika pesanan meningkat.

Salah seorang pekerja bidang Peleburan Alumunium, Ali Mahmudi mengaku, selama ini sering kewalahan menghadapi pesanan yang ada, meski sudah bekerja selama belasan tahun di pabrik tersebut.

Kompas TV Riset jobplanet menunjukkan, generasi milenial memiliki tingkat kesetiaan yang lebih rendah dibanding generasi sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com