Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Merawat Ibunda dan Adik Balitanya, Serli Rela Putus Sekolah

Kompas.com - 28/10/2017, 15:43 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Apa yang dilakukan oleh gadis asal Desa Karanggeneng, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ini sungguh menyentuh hati. 

Saat kenyataan hidup perlahan telah membungkus impian Serli Artia Dewi dalam menempa ilmu. Bocah berkulit sawo matang berusia dua belas tahun ini dihadapkan dengan kondisi dilematis.

Pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nahdlatul Thulab Manggarmas, Godong ini rela mengorbankan pendidikannya demi merawat sang ibunda tercinta.

Baca juga: Kisah Arlin Bocah 7 Tahun yang Rawat Ibunya Selama Sakit hingga Meninggal Dunia

Pagi itu, Serli terlihat begitu berhati-hati membantu ibundanya beranjak dari atas ranjang, Sabtu (28/10/2017). Serli bermaksud hendak menyuapi ibunya yang terbaring lemas karena menderita stroke.

Ibu Serli, Siti Arwah (32) lumpuh sekujur tubuhnya selama enam bulan terakhir. Kondisi kesehatannya pun tak kunjung stabil karena minimnya biaya untuk pengobatan.

Rumah orangtua Serli Artia Dewi (12) di Desa Karanggeneng, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa TengahKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto Rumah orangtua Serli Artia Dewi (12) di Desa Karanggeneng, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah
Fuad Arifin (34), ayah Sherli, bercerita, awalnya dia bekerja di Jakarta sebagai kuli bangunan. Namun, karena kondisi kesehatan istrinya yang kian memburuk, Fuad Arifin meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah.

"Saya juga bingung mas. Kalau tidak bekerja, nanti kami makan apa. Kalau bekerja, tidak ada yang merawat istri saya yang sakit-sakitan dan menjaga anak saya yang paling kecil," tutur Fuad saat ditemui Kompas.com.

Hingga suatu ketika Serli mengutarakan niat untuk berhenti sekolah. Serli ikhlas jika cita-cita dan harapannya harus tersendat asalkan kehidupan keluarganya bisa terus berlanjut.

"Serli terus merengek minta berhenti dan menyuruh saya bekerja. Jujur saya sedih dan tak tega. Tapi bagaimana lagi, kami juga sudah tak ada saudara. Semoga Allah segera mengangkat penyakit istri saya. Kini saya kerja jadi buruh tani di Demak. Rp 50.000 sehari bayarannya. Berangkat pagi dan pulang sore," ungkap Fuad.

Baca juga: Kisah Pelajar Perbatasan Semarang-Demak Bertaruh Nyawa Demi Sekolah

Keluarga kecil itu tinggal di rumah berkonstruksi papan kayu seluas 5 meter x 7 meter. Sebagian beralaskan papan kayu dan sebagian lagi beralaskan tanah. Hanya ada satu ranjang, itu pun tanpa dinding penyekat.

Untuk kebutuhan akan air bersih mereka menimba air sumur tetangga. Bahkan listrik pun harus menyalur ke tetangga.

Kompas TV Sejak itu, sejumlah petugas dinas sosial sudah mendatangi Sri untuk pindah ke panti jompo, namun Sri Mulyani menolak.


Setiap hari, Serli dengan telaten merawat ibundanya dan sang adik Silvi Norma Ariani (4).  Peran ibu rumah tangga pun ia gantikan. Mulai dari mencuci pakaian, mencuci piring, dan juga memasak. Serli juga harus mengantar ibu dan adiknya buang air besar di sungai karena rumah mereka tidak mempunyai fasilitas MCK.

"Enam bulan lalu ibu sakit-sakitan, bapak kerja di Jakarta. Saya kasihan sama emak dan adik. Makanya saya milih keluar sekolah. Karena lama tidak masuk, akhirnya saya dikeluarkan. Saya juga tak mau sekolah lagi jika emak belum sembuh. Kini bapak sudah pulang dan kerjanya tidak jauh lagi. Jadi malam sudah ada yang gantikan," tutur Serli.

Jauh di lubuk hati Serli ingin bisa segera melanjutkan hasratnya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Serli pun berharap muncul uluran tangan dari dermawan yang sudi membiayai pengobatan ibundanya.

"Selama ini pengobatannya alternatif. Kalau lewat dokter mahal, tak ada biaya. Kalau saja ada yang mau bantu biaya, ibu pasti cepat sembuh. Saya pengen banget sekolah, pengen jadi dokter, dan bantu orangtua," tutur Serli.

Baca juga: Kisah Hasma Mampu Sekolahkan 6 Anak hingga Menabung untuk Naik Haji dari Jualan Jepa

Sementara perangkat Desa Karanggeneng, Ahmad Syafii, menyebutkan, Serli selama ini dikenal sebagai anak yang berprestasi sejak duduk di bangku SDN 1 Karanggeneng. Pihak desa pun tak akan segan memfasilitasi Serli untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah lain.

"Rata-rata nilai dik Serli di atas delapan. Sayang kalau harus putus sekolah. Kami akan fasilitasi ke sekolah lain setelah ibunya sembuh nanti. Kami juga sudah membantu mengantar saat pemeriksaan alternatif ibunya menggunakan mobil dan sedikit biaya. Kami akan pantau terus perkembangannya," sebut Syafii.

Kompas TV Seorang anak penjual kopi, bernama Monica, warga Jalan Dahlia RT 08, RW 01 Kramat, Senen, Jakarta, mendapat undangan dari World Health Organization (WHO
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com