MALANG, KOMPAS.com - Sejumlah warga Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang menggugat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan dengan nomor 610/pdt.g/2017/PN.Jkt.sel itu terkait dengan pembebasan lahan untuk jalan Tol Malang - Pandaan (Mapan) yang dianggap melanggar aturan.
El Hamdi, salah satu warga mengatakan, ada sejumlah proses yang tidak dilalui oleh panitia saat melakukan pembebasan lahan. Salah satunya adalah musyawarah penentuan nilai ganti rugi dengan warga. Menurut dia, musyawarah oleh panitia dengan warga hanya diselenggarakan satu kali.
"Terkait dengan pelanggaran hukum. Intinya dalam proses pembebasan lahan terdapat banyak pelangaran," katanya, Kamis (26/10/2017).
Baca juga: Pembebasan Lahan Belum Tuntas, Pembangunan Tol Malang-Pandaan Terkendala
Kondisi itu, dikatakan Hamdi, membuat banyak warga merasa dirugikan. Sebab, nilai ganti rugi yang ditetapkan oleh panitia pembebasan lahan jauh di bawah harga normal lahan. "Lahan ini nilai ganti ruginya hanya Rp 3,9 juta. Padahal harga pasarannya lebih Rp 6 juta," ucapnya.
Sampai saat ini, dari 212 bidang lahan yang terdampak tol di Kelurahan Madyopuro, 65 lahan masih belum bisa dibebaskan sepenuhnya. Sebab, sebanyak 40 KK yang merupakan pemilik lahan itu menolak melepaskan lahannya karena nilai ganti rugi yang dianggap terlalu kecil. "Warga sepakat tidak akan melepas tanahnya sampai nilai ganti ruginya sesuai pasaran," kata dia.
Sebelumnya, gugatan kasus yang sama sudah dilayangkan warga ke Pengadilan Negeri Malang. Ketika itu, warga menggugat panitia pembebasan lahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Wali Kota Malang dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Namun pengadilan menolak gugatan yang diajukan warga.
"Warga tidak menolak, kami hanya menuntut keadilan. Kami ingin nilai ganti rugi sesuai dengan yang ada di lapangan," kata Hamdi.
Saat ini, selain melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, warga juga melaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta pendampingan terkait persoalan itu. "Kami minta Komnas HAM untuk memediasi warga dengan panitian. Kalau warga terpaksa harus dirugikan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi," sebutnya.