Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Opini WTP Kerap Jadi Modal Politik, BPK Bilang "Itu Cuma Kulit-kulitnya"

Kompas.com - 20/10/2017, 15:03 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Hery Subowo meminta publik tidak terjebak pada persepsi yang keliru terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Selama ini, lanjut Hery, WTP kerap dijadikan sebagai modal politik bagi kepala daerah yang hendak mencalonkan kembali di Pilkada suatu daerah. Pemerintah daerah yang memperoleh WTP seolah mengesankan citra bersih kepala daerah.

"Masih ada mispersepsi respons dari para kepala daerah sebagai auditee (pihak yang diaudit) ketika mendapat opini WTP. Opini WTP itu bukan sebuah festivalisasi laporan keuangan, jadi tidak perlu larut dalam euforia. Ada beberapa daerah yang menggelar semacam selebrasi, itu tidak perlu," kata Hery, Jumat (20/10/2017).

Memang salah satu keberhasilan kepala pemerintah daerah, lanjutnya, adalah bisa mengelola keuangan daerah yang menjadi tanggungjawabnya dengan akuntabel dan transparan. Proxy yang dekat dengan akuntabilitas dan transparansi adalah opini BPK.

(Baca juga: Baca juga : Opini WTP yang Tak Pernah Sekali Pun Diraih Jokowi-Ahok-Djarot...)

Jadi tidak ada salahnya, lanjut Hery, ketika seorang kepala daerah mempromosikan bahwa keuangan daerahnya sudah akuntabel dan transparan kerena sudah mendapatkan opini WTP dari BPK.

Maka banyak sekali didapati foto Ketua BPK menyerahkan opini WTP kepada para kepala daerah muncul di baliho-baliho di suatu daerah. Seolah mencerminkan daerah tersebut clear and clean dalam pengelolaann keuangannya.

"(Tapi) itu make sense," tukasnya.

Tapi apakah laporan keuangan yang sudah WTP itu sudah mencerminkan kinerja atau bebas dari dari korupsi? Menurut Hery, hal itu masih memerlukan pemeriksaan yang lain.

Hery mengatakan, opini WTP yang diperoleh suatu daerah hanya sebatas mengukur kewajaran sebuah laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

"Hanya kulit-kulitnya saja," imbuhnya.

Pemerintah pusat di dalam RPJM memang mematok target tertentu agar sekian persen dari LKPD mencapai opini WTP. Jadi apabila pencapaian WTP dianggap sebagai sebuah prestasi keberhasilan, menurut Hery itu sah-sah saja jika dibandingkan dengan daerah yang belum WTP.

Tapi apakah BPK bisa mencegah pencapaian WTP itu dari politisasi? Hal itu, lanjutnya, diluar wewenang BPK.

"Itu di luar kuasa kami untuk melarang-larang. Jangan diplesetkan dengan kepentingan politik, itu tidak ada dalam kewenangan kami," tandasnya.

Hery menegaskan bahwa para auditor BPK di dalam bertugas selalu mengedepankan integritas, independensi dan profesionalisme, sehingga dalam merumuskan opini, steril dari kepentingan politik.

Opini WTP adalah ukuran pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan keuangan daerahnya.

"Kami tidak peduli apakah mau nyalon lagi atau tidak, mau dijadikan amunisi oleh lawan politik atau tidak, ya opini tetap opini," tuntasnya.

Kompas TV Di hadapan majelis hakim, menteri desa mengaku tidak tahu soal dugaan suap untuk auditor BPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com