Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketabahan Istri Pencari Rongsok di Madiun, 11 Tahun Merawat Anaknya yang Kena Hidrosefalus

Kompas.com - 17/10/2017, 17:04 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Daminah (48), warga RT 26/RW 4, Dusun Pranti, Desa Klumutan, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, masih mengingat persis awal mula Nur Rohim (12) menderita hidrosefalus.

Sekitar pertengahan Juni 2006, anaknya yang baru berumur 1,5 tahun tiba-tiba badannya panas tinggi dan kejang-kejang. Seminggu tak turun panasnya, Daminah dan Siswanto (53), suaminya membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Pemerintah dr Soedono di Kota Madiun.

"Selama 40 hari anak saya dirawat di rumah sakit tetapi tidak perkembangan. Lantaran tidak ada kemajuan, Rohim saya bawa pulang ke rumah. Tiga bulan di rumah Rohim belum sadarkan diri," ujar Daminah yang ditemui di kediamannya, Selasa (17/10/2017) siang.

Khawatir kondisi anak ketiganya makin parah, Daminah lalu membawa Rohim ke Rumah Sakit Umum dr Soetomo Surabaya. Lagi-lagi di rumah sakit rujukan se-Jawa Timur itu, dokter angkat tangan dengan kondisi anaknya.

"Dokter sampaikan anak saya terkena hidrosefalus. Para dokter tidak bisa mengoperasi anak saya lantaran kondisi otaknya sudah mengecil. Bilangnya, kalau nekat dioperasi maka bisa nabrak tembok," kenang Daminah menirukan perkataan dokter di Rumah Sakit Dr Sutomo Surabaya.

Usai mendengar pernyataan dokter yang memvonis anaknya tak bisa dioperasi, Daminah nyaris menyerah. Berbagai cara dan upaya yang ditempuh untuk menyembuhkan penyakit anaknya kandas.

Tegar

Saat itu ia hanya bisa sedih dan menangis meratapi nasib anak bungsunya itu. Namun seiring berjalannya waktu, Daminah mulai tegar.

"Saat itu saya hanya bisa menangis dan terus menangis. Tetapi lama kelamaan, saya sadar menangis tidak akan bisa menyelesaikan masalah saya. Dan, perlahan-lahan hati saya mulai tegar dan berjanji akan merawat Rohim sampai kapan pun," ungkap Daminah.

Baca juga: Ketegaran Ariska Kehilangan Keluarga Besarnya di Longsor Ponorogo

Daminah mengungkapkan tak jarang tetangga dan warga menjatuhkan mentalnya untuk tidak lagi merawat Rohim. Mereka menilai merawat Rohim hanya sebuah upaya yang sia-sia.

"Apa yang disampaikan warga tidak saya gubris. Saya tetap merawat dan membesarkan Rohim semampu dan sekuat saya. Saya sudah mengikhlaskan apa yang terjadi pada anak saya," jelas Daminah.

Saat ini, kata Daminah, kondisi Rohim yang berberat tujuh kilogram masih terbaring lemah. Kedua kaki dan tangannya makin mengecil. Dua matanya pun tak dapat melihat.

Untuk berkomunikasi, Rohim hanya mengandalkan suara seraknya. Ketika lapar, Rohim berteriak tak membentuk kata tapi sebagai tanda minta makan atau minum.

"Dua matanya sudah tidak bisa melihat lagi. Tapi pendengarannya masih berfungsi. Tetapi kalau minta minum atau makan biasanya bibirnya bergerak-gerak sambil berteriak kecil," jelas Daminah.

Dua belas tahun berjalan, Daminah tak pernah lelah menjaga dan merawat Rohim. Acapkali ia bersama suaminya membawa langsung ke rumah sakit ketika Rohim sakit.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com