Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Warga Yogyakarta Hadiri Pembukaan Ramalan Cupu Panjala

Kompas.com - 17/10/2017, 13:02 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya rela menunggu pembukaan ramalan Cupu Panjala di rumah Dwijo Winarto, Padukuhan Mendak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, Senin (16/10/2017) hingga Selasa (17/10/2017) dini hari.

Ramalan awalnya hanya untuk pertanian. Namun dalam beberapa tahun terakhir dikaitkan dengan politik dan situasi bangsa.

Kepala Desa Girisekar, Sutarpan mengatakan, semalam ada ribuan warga mengunjungi rumah ahli waris Cupu Panjala, Dwijo Sumarto, sejak Senin malam.

Dengan disaksikan ribuan peziarah yang datang dari berbagai wilayah DIY-Jateng, ratusan kain kafan yang membungkus Cupu Panjala menorehkan gambar yang bisa diartikan sebagai pertanda peristiwa yang akan terjadi setahun mendatang, pada tingkat lokal maupun nasional, ekonomi, politik hingga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Awalnya ramalan untuk pertanian, tetapi seiring perkembangan berubah menjadi situasi nasional maupun daerah dalam setahun ke depan," kata Sutarpan, Selasa.

Mantan anggota DPRD Gunungkidul ini menjelaskan, beberapa lapis kain yang membungkus Cupu Panjala telah menunjukkan puluhan pertanda. Namun begitu, ia tidak bersedia menafsirkan pertanda tersebut.

Baca juga: Berkat di Gunungkidul Itu Bernama "Panen Padi 3 Kali Setahun"

Adapun beberapa torehan gambar yang muncul di antaranya telapak tangan, wayang batara guru, semar menghadap ke barat, hingga Prabu Dasamuka. Selain itu, muncul gambar pohon dengan daun yang rindang.

"Pertanda itu tergantung masing-masing warga yang mengartikan. Semalam dari catatan saya ada 49 gambar yang muncul," ucapnya.

Cupu merupakan 3 buah guci yang masing-masing memiliki nama Semar Kinandu, Palang Kinantang, dan Kenthiwiri. Cupu tersebut disimpan di dalam peti dan dibungkus ratusan kain kafan.

Cupu pertama adalah Semar Tinandu yang merupakan gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi. Palang Kinantang merupakan gambaran untuk masyarakat menengah ke menengah. Sedangkan Kenthiwiri adalah simbol rakyat kecil.

“Pada awalnya ada 5 buah tetapi hilang, dua di antaranya Bagor dan Klobot,” imbuhnya.

Sebagai gambaran, cupu di dalam peti kecil dibungkus ratusan lembar kain putih. Beberapa orang membuka kain satu persatu, lalu membaca noda yang berbentuk gambar.

Sebelum pembukaan kain kafan, ribuan warga melakukan kenduri 55 ayam ingkung sebagai bentuk syukuran atas terkabulnya keinginan. Ayam-ayam yang sudah dimasak itu dibagikan kepada ribuan pengunjung.

Sekitar pukul 01.20 WIB, acara dilanjutkan dengan kenduri kedua. Namun kali ini pengunjung diwajibkan memakan nasi gurih sepiring berdua dengan lauk peyek dan serundeng. Lalu makanan penutupnya berupa apem. Teman makannya bebas siapa saja yang berdekatan.

"Makna dari kenduri ini adalah persabahatan persatuan antar-manusia tanpa membedakan dari mana berasal. Semua elemen berkumpul di dalamnya. Jadi harapannya agar kesatuan NKRI tetap terjaga," ucapnya.

Setelah dibuka, cupu dibungkus kembali dengan ratusan kain hasil sumbangan masyarakat. Lalu cupu disimpan di ruang tengah milik keluarga Dwijo Sumarto, dan tahun depan akan kembali dibuka.

Baca juga: Puluhan Warga di Gunungkidul Hidup dalam Pasungan

Salah seorang pengunjung asal Wonosari, Agus mengaku setiap tahun ia rutin menghadiri tradisi masyarakat tersebut.

"Pembukaan Cupu Panjala itu suatu tradisi masyarakat yang harus tetap dijaga, karena ini merupakan warisan nenek moyang. Tidak usah berdebat karena ini tradisi," katanya.

Kompas TV Peristiwa ternak mati bukan kali pertama terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com