Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibunda Dwi Hartanto Meminta Maaf kepada Rakyat Indonesia untuk Anaknya

Kompas.com - 12/10/2017, 22:31 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Ibu kandung dari Dwi Hartanto, Sulastri, meminta maaf kepada seluruh warga Indonesia. Ia berharap, semua pihak bisa memaafkan segala kesalahan anaknya yang sempat membuat heboh karena berbohong terkait klaim prestasi yang telah diraihnya.

Dwi Hartanto merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Sulastri (55) dan almarhum Saryo Kamdani (65). Semasa kecilnya, ayah Dwi bekerja sebagai buruh tani, sedangkan ibunya membuka warung makan di rumah. 

Dwi saat ini kuliah doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda. Pria kelahiran 1983 di Madiun ini besar di Dusun Santan, Desa Wonorejo, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. 

Kisah Dwi Hartanto menjadi viral di dunia maya dalam satu pekan terakhir. Dwi dianggap melakukan kebohongan akademik mengenai capaian prestasinya di luar negeri.

"Saya berharap seluruh warga Indonesia memaafkan anak saya. Begitu juga dengan teman-temanya, guru, dosen mau memaafkan anak saya," kata Sulastri sambil menangis saat ditemui di kediamannya di Madiun, saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/9/2017).

Sulastri menuturkan, setiap manusia pastilah tidak akan luput dari khilaf. Untuk itu bila anaknya salah, sebagai ibunya, Sulastri meminta maaf kepada semua pihak.

"Saya juga berpesan kepada Dwi agar menjadi orang yang baik dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Selain itu saya juga minta dia tidak sombong dan bersikap baik kepada siapa saja," katanya.

Sulastri adalah sosok ibu yang telah berhasil membesarkan anak-anaknya berprestasi sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan kehidupan yang pas-pasan, anak-anak Sulastri bisa mengenyam pendidikan hingga luar negeri. 

Usai lulus sekolah dasar di SD Warurejo, Dwi melanjutkan pendidikan di SMP 1 Mejayan. Tiga tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah di SMKN 1 Mejayan jurusan elektronika.

"Setelah lulus SMKN, Dwi melanjutkan kuliah di Jogja di Institut Sains dan Teknologi (IST) Akprind, di Fakuktas Teknik Informatika. Dwi lulus pada tahun 2005," kata Sulastri.

Tak lama kemudian, kata Sulastri, Dwi bekerja sebagai asisten dosen selama setahun. Setahun kemudian, Dwi melanjutkan kuliah di Belanda.

Sejak SD hingga SMK, Dwi Hartanto dikenal anak yang pandai. Sejak SD, Dwi selalu mendapat rangking.

Tak hanya Dwi, sebut Sulastri, kakak kandung Dwi yang bernama Muhammad Suhartono juga anak yang berprestasi. Bahkan saat ini anak pertamanya itu sudah tinggal di Australia.

Dia mengaku tak memiliki cara khusus untuk mendidik kedua putranya, hingga menjadi anak yang berprestasi. Kedua anaknya memang disiplin dalam belajar. Selain itu Dwi tidak pernah meninggalkan salat dan membaca Al Quran.

Sulastri terpaksa menjual usaha wartel miliknya untuk membiayai kuliah putranya. Dia pun berpesan kepada kedua putranya, meski berasal dari keluarga yang pas-pasan, namun tidak boleh patah semangat.

Anda bisa menelusuri berita-berita terkait Dwi Hartanto di bawah ini:

Dwi Hartanto di Mata Ibunya
Bagaimana Caranya agar Tak Muncul Dwi Hartanto Baru di Indonesia?
Kasus Dwi Hartanto, Haruskah Kita Menguliti dan Membunuhnya?
Dwi Hartanto, The Next Habibie, Akhiri Kebohongan Besarnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com