Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/10/2017, 06:06 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Kisah Dwi Hartanto menjadi viral di dunia maya dalam satu pekan terakhir. Mahasiswa doctoral di Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda ini jadi buah bibir karena dituding berbohong melakukan kebohongan akademik mengenai capaian prestasinya di luar negeri.

Pria yang lahir 13 Maret 1983 di Madiun itu,  besar di Dusun Santan, Desa Wonorejo, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Dwi Hartanto merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Sulastri (55) dan almarhum Saryo Kamdani (65).

Semasa kecilnya, ayah Dwi bekerja sebagai buruh tani. Sedangkan ibunya membuka warung makan di rumah. Usai lulus sekolah dasar di SD Warurejo, Dwi melanjutkan pendidikan di SMP 1 Mejayan. Tiga tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah di SMKN 1 Mejayan jurusan elektronika.

"Setelah lulus SMKN, Dwi melanjutkan kuliah di Jogja di Institut Sains dan Teknologi (IST) Akprind, di Fakuktas Teknik Informatika. Dwi lulus pada tahun 2005," kata Sulastri, ibu kandung Dwi saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/9/2017) siang.

Baca juga: Kasus Dwi Hartanto, Haruskah Kita Menguliti dan Membunuhnya?

Tak lama kemudian, kata Sulastri, Dwi bekerja sebagai asisten dosen selama setahun. Setahun kemudian, Dwi melanjutkan kuliah di Belanda.

Di mata ibu kandungnya, Dwi merupakan sosok anak yang tidak pernah berbohong. Sulastri menilai Dwi seorang yang jujur, rajin belajar, dan disiplin. "Dari dahulu anak saya nggak pernah bohong. Dia juga jujur dan disiplin," kata dia.

Lantaran anak terakhir, jelas Sulastri, Dwi sosok anak yang manja. Hingga beranjak dewasa, Dwi masih suka tidur bersamanya. Kendati menjadi anak kesayangan ibunya, sejak SD hingga SMK, Dwi Hartanto,dikenal anak yang pandai. Sejak SD, Dwi selalu mendapat rangking.

Tak hanya Dwi, sebut Sulastri, kakak kandung Dwi yang bernama Muhammad Suhartono juga anak yang berprestasi. Bahkan saat ini anak pertamanya itu sudah tinggal di Australia.

Dia mengaku tak memiliki cara khusus untuk mendidik kedua putranya, hingga menjadi anak yang berprestasi. Kedua anaknya memang disiplin dalam belajar. Selain itu Dwi tidak pernah meninggalkan shalat dan membaca Al-Quran.

Sulastri terpaksa menjual usaha wartel miliknya untuk membiayai kuliah putranya. Dia pun berpesan kepada kedua putranya, meski berasal dari keluarga yang pas-pasan, namun tidak boleh patah semangat.

Mengenai perbuatan yang dilakukan Dwi,  Sulastri meminta semua pihak memaafkan anaknya. "Saya berharap seluruh warga Indonesia memaafkan anak saya. Begitu juga dengan teman-temanya, guru, dosen mau memaafkan anak saya," ucapnya sambil menangis.

Dia menuturkan, setiap manusia pastilah tidak akan luput dari khilaf. Untuk itu bila anaknya salah, sebagai ibunya, Sulastri meminta maaf kepada semua pihak.

"Saya juga berpesan kepada Dwi agar menjadi orang yang baik dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Selain itu saya juga minta dia tidak sombong dan bersikap baik kepada siapa saja," katanya.

Baca juga: Bagaimana Caranya agar Tak Muncul Dwi Hartanto Baru di Indonesia?

Saat ini Sulastri mengaku kangen dengan Dwi. Dia berharap anak bungsunya itu pulang menjenguk dirinya yang tinggal sendirian. Terakhir, Dwi pulang ke Madiun untuk menghadiri acara 40 hari meninggalnya ayah kandungnya, awal Januari 2017.

Sejak melanjutkan kuliah di Belanda, Dwi memang jarang pulang. Untuk berkomunikasi, Dwi menelpon nomor ponsel tetanganya dan meminta disambungkan kepada dirinya. "Biasanya sebulan Dwi kirim uang dua hingga tiga juta," sebut dia.

Kompas TV Publik dibuat heboh karena pengumuman kebohongan dari "Doktor" Dwi Hartanto.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com