Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gunung Batur, "Ibu" dari Gunung Agung

Kompas.com - 05/10/2017, 13:11 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANGLI, KOMPAS.com - Informasi di Museum Geopark Batur yang ada di Bangli tertulis jika Pulau Bali berada di jalur cincin api sehingga tidak mengherankan ada banyak gunung api di pulau seribu pura itu.

Dua di antaranya adalah Gunung Batur dan Gunung Agung yang memiliki keistimewaan bagi masyarakat Bali. Kedua gunung tersebut dianggap sebagai lingga buana atau lingga alam yang memiliki arti penting dalam kehidupan religi masyarakat Bali.

Gunung Agung dianggap perwujudan Purusha (laki-laki) dan Gunung Batur dianggap sebagai wujud Pradhana (perempuan).

Antara Purusha dan Pradhana tidak bisa dipisahkan karena senantiasa bersinergi untuk melahirkan kesuburan dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Kasubid Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devi Kemal Syahbana mengatakan, Gunung Batur adalah salah satu gunung purba yang ada di Pulau Bali. Keberadaannya lebih tua dari Gunung Agung yang statusnya telah naik menjadi awas sejak 22 September 2017.

(Baca juga: Kisah Pengungsi Gunung Agung 1963: Gelap dan Kami Ngungsi Bawa Obor)

Menurutnya, kedua gunung tersebut memiliki ikatan erat yaitu Gunung Agung muncul di "pangkuan" Gunung Batur pasca meletus ribuan tahun yang lalu.

"Yang lebih dulu ya Gunung Batur. Jadi bisa dikatakan jika Gunung Agung adalah anak dari Gunung Batur," ujar Devi kepada Kompas.com, Kamis (5/10/2017). 

"Saat Gunung Agung erupsi pada Februari 1963, Gunung Batur juga mengalami peningkatan aktivitas pada September di tahun yang sama. Gunung Agung dan Gunung Batur berada pada satu garis lempengan," tambahnya.

Namun menurut Devi, tidak ada aktivitas kegempaan di Gunung Batur selama status Gunung Agung dinyatakan awas.

Sejak zaman pra sejarah, masyarakat percaya jika gunung, bukit, dan tempat yang lebih tinggi adalah tempat suci sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang dan pusat kekuatan alam lainnya.

Hal tersebut bisa dilihat dari arah hadap sarkopagus atau jenazah tanpa wadah. Arah hadap atau letak kepala jenazah sebagian besar mengarah ke arah bukit atau gunung yang terdekat.

(Baca juga: Agar Pengungsi Gunung Agung Tak Harus Jual Sapi ke Tengkulak...)

Selain itu, dalam kesehariannya, masyarakat Bali memandang gunung sebagai sumber kehidupan dan menjadi kawasan tangkapan air yang bagian lerengnya ditumbuhi hutan. Karena wilayahnya subur, banyak masyarakat yang tinggal di wilayah kaki gunung.

Hal tersebut dibenarkan Nyoman Artha, salah satu warga yang tinggal di dekat Danau Batur. Kepada Kompas.com, lelaki yang bekerja sebagai petani bawang di lereng Gunung Batur mengaku jika lahan di sekitar Gunung Batur sangat subur.

"Apa saja ditanam di sekitar sini pasti tumbuh bagus termasuk bawang. Ini juga karena abu letusan gunung Batur yang dulu-dulu," jelasnya.

Menurutnya, walau status Gunung Agung naik menjadi awas, kondisi di Gunung Batur masih baik-baik saja.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com