Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Besaran Politik Uang Pilkades di Demak Rp 50.000-500.000 per Pemilih

Kompas.com - 02/10/2017, 08:35 WIB
Ari Widodo

Penulis

DEMAK, KOMPAS.com - Sebanyak 54 desa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menggelar Pemilihan Kepala Desa ( Pilkades ) serentak, Minggu ( 1/10/2017 ). Pesta demokrasi di tingkat lokal tersebut diikuti sebanyak 145 calon kepala desa.

Di Kabupaten Demak, pilkades menjadi pesta rakyat yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat. Selain sebagai ajang memilih pemimpin baru, para calon kades kerap melakukan 'kepyur' atau bagi-bagi uang. 

Besaran 'sodakoh (sedekah) politik' (uang) yang dibagikan tim sukses calon kades kepada para pemilih bervariatif, dari Rp 50.000 hingga Rp 500.000. Misalnya di Desa Kalikondang, Kecamatan Demak. Pemilih menerima saweran Rp 100.000-200.000.

Di Desa Ngawen, Kecamatan Wedung pun sama. Uang saweran berkisar Rp 150.000-200.000 ditambah paket sembako. Begitupun di Desa Tamansari, Kecamatan Mranggen, para calon kepala desa rata-rata membagi uang kepada pemilihnya sebesar Rp 50.000.

Sementara di Desa Banjarsari, Kecamatan Gajah, antara Rp 200.000-350.000. "Iya mas, saya dapat uang Rp 200.000 dari salah satu calon. Bagi-baginya tadi malam. Lumayan, uangnya bisa buat belanja, " kata Devia (35), warga Desa Kalikondang, Kecamatan Demak Kota.

(Baca juga: Bawaslu: Politik Uang dan Judi Pilkada Marak di Pantai Selatan Jawa Timur)

Hasil penelusuran Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Jateng, politik uang merata di semua desa yang menyelenggarakan Pilkades. Besarannya dari Rp 50.000 hingga Rp 500.000.

Di Kecamatan Mranggen, besaran politik uang antara Rp 50.000-100.000, Kecamatan Demak Kota Rp 200.000, sedangkan di Kecamatan Guntur hingga mencapai Rp 500.000 per kepala (pemilih).

"Sungguh ironis, ketika saat ini keran demokrasi dibuka lebar-lebar, justru demokrasi lokal di desa terkotori dengan adanya politik uang," tutur Direktur LSKP Jateng, Muhammad Rifai.

Rifai menambahkan, jumlah pemilih di masing-masing desa rata-rata lebih dari 3000 orang. Jika masing-masing calon kades mengambil 2.500 pemilih untuk politik uang, maka biaya yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan hingga miliaran rupiah.

"Anggaran itu, belum termasuk pembentukan dan operasional tim sukses. Biaya politik lokal di Demak itu mahal," bebernya.

(Baca juga: Bawaslu: Aktor Politik Uang Bergentayangan di Pantai Selatan Jatim)

Menurutnya, di era sekarang ini, pilkades tidak lagi mencerminkan pola demokrasi yang benar. Politik uang sangat mendominasi dalam setiap pilkades sehingga sulit melihat kredibilitas maupun kapabilitas calon.

"Semakin besar money politic yang dikeluarkan, maka potensi menangnya juga besar, " ucapnya.

Menanggapi adanya 'sodakoh politik' dalam pilkades tahap kedua ini, Sekda Demak, Singgih Setiono menyatakan, pilkades merupakan hak otonomi desa. Segala sesuatu terkait pilkades menjadi wewenang dan tanggungjawab panitia dan pengawas pilkades yang dibentuk desa.

"Selama panitia, pengawas, tim sukses dan calon menyepakati dan tidak mempermasalahkannya, kita tidak mungkin mencegahnya. Karena pelaksanaan Pilkades merupakan otonomi desa sepenuhnya," pungkasnya. 

Kompas TV Sejumlah massa melakukan unjuk rasa terkait Pilkada Kota Kendari. Massa memprotes proses pilkada yang diklaim sarat pelanggaran politik uang. Orasi perwakilan massa menyampaikan, lembaga pengawas dianggap tidak bekerja maksimal mengawasi jalannya pilkada. Ketua KPU Kota Kendari, Hayani Imbu, mengimbau agar massa menunggu hasil resmi penghitungan suara untuk menentukan hasil kemenangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com