Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekan Kerusakan Hutan, Pelibatan Masyarakat Adat Didorong

Kompas.com - 29/09/2017, 07:02 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Gubernur Kalimantan Timur, Awang Farouk Ishak mendorong pemerintahan di tingkat kabupaten dan kota untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses pembangunan daerah. Masyarakat adat dan kearifan lokalnya dinilai sebagai modal bagi pembangunan ramah lingkungan.

Awang pun akan menerbitkan perintah tertulis untuk mewujudkan inisiatif ini.

“Sepulang dari sini, kami akan membuat instruksi gubernur untuk para bupati dan walikota, serta pemangku kepentingan, untuk melaksanakan bagaimana kemitraan (pemerintah daerah dengan kelompok masyarakat adat) itu bisa terjadi,” kata Awang di hari terakhir berlangsungnya Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim atau Governor's Climate and Forest (GCF) 2017, Kamis (28/9/2017).

Menurut dia, pemerintah perlu memberi pengakuan pada hak masyarakat adat atas tanah dan hutan mereka. Pengakuan itu membuat kelompok masyarakat ini dihargai dan tidak tersingkir. Pemerintah di daerah dinilai memiliki kewajiban untuk menyejahterakan dan memberi perlidungan pada hak-hak mereka.

Baca juga: Kopi Pinogu, dari Belantara Hutan menuju Istana Presiden

Warga adat tinggal di desa-desa dan hidupnya bersentuhan dengan hutan. Dalam perjalanannya, warga pedesaan membangun tanpa merusak lingkungan dan hutan.

“Ini sudah diterapkan kebanyakan oleh masyarakat adat selama ini. Contohnya seperti hutan desa, hutan adat, perhutanan sosial dan kemasyarakatan,” kata Awang.

Di sisi lain, pemerintah di daerah memiliki kewajiban mengatasi kerusakan hutan dan menekan degradasi di wilayah masing-masing. Dengan memberdayakan masyarakat adat dan pedesaan itu maka pemerintah akan sangat terbantu menjaga hutan dan sekaligus menyejaterakan warga.

“Pemerintah memang betul-betul ingin menekan deforestasi,” kata Awang.

Pemerintah berniat bekerja sama dengan sejumlah LSM yang berkecimpung dalam pemberdayaan masyarakat adat untuk menyambut instruksi ini. “Semua itu tujuannya adalah menjaga kelestarian hutan, menekan laju degradasi dan mempertahankan keanekaragaman hayati,” katanya.

Langkah Pemerintah Kaltim ini, selaras Deklarasi Rio Branco yang ikut ditandatangani di 2014. Di sana Kaltim berkomitmen untuk mengurangi deforestasi sebesar 80 persen pada 2020 dengan dukungan pendanaan yang memadai dan dapat diprediksi, dan berjangka panjang dari negara-negara maju.

Sementara itu, berbicara tentang deforestasi di Kaltim sendiri, catatan Dewan Daerah Perubahan Iklim Kaltim menunjukkan laju deforestasi di Kaltim rata-rata per tahun 98.000 hektar yang dihitung mulai 1998 sampai 2012.

Meski begitu, DDPI mengklaim deforestasi di Kaltim masih lebih rendah dari nasional yang diperkirakan mencapai 120 ribu hektar per tahun.

Kompas TV Yuk, Intip Rumah Peri di Dunia Nyata
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com