Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grandprix Thomryes Tolak Beasiswa Korea dan Pilih Mengabdi di ITB

Kompas.com - 22/09/2017, 18:06 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Grandprix Thomryes Marth Kadja membuat dunia pendidikan Indonesia geger setelah dinobatkan menjadi doktor termuda Indonesia di usia 24 tahun.

Pria asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu berhasil mempertahankan disertasinya pada Sidang Terbuka Sekolah Pasca Sarjana FMIPA ITB pada Jumat (22/9/2017) dengan mengangkat topik tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5.

Grandprix lulus dengan predikat cumlaude. Setelah menyandang gelar itu, pemuda yang akrab disapa Gepe tersebut mengaku ingin melanjutkan pengabdiannya di ITB.

"Iya saya ingin mengabdi sebagai dosen. Alasannya ya karena ingin mengabdi untuk negeri sendiri. Apalagi saya dengan tim pembimbing di ITB sudah kompak. Jadi saya pilih berkarya di sini saja," kata Gepe, Jumat siang.

(Baca juga: Berusia 24 Tahun, Grandprix Thomryes Jadi Doktor Termuda di Indonesia)

 

Gelar prestisius yang disandang cukup membuat Gepe terbebani. Sebab, setelah mendapat gelar itu, Gepe bakal dituntut lebih produktif dalam melahirkan karya ilmiah lebih banyak. Selain itu, aktivitasnya pun bakal jadi sorotan masyarakat.

"Kalau plusnya tentu di usia produktif sebagai doktor jauh lebih panjang sehingga waktu untuk kita berkarya jauh lebih besar. Kalau dimanfaatkan secara maksimal akan jauh lebih signifikan," ucapnya.

"Beban pasti karena dengan seperti ini kita salah bertindak tentu jadi sorotan. Itu jadi beban. Tapi sebenarnya jadi motivasi juga agar kita bisa berjalan on the track," ucapnya.

Sementara itu, Yane Kadja (53), ibu Gepe, menuturkan putra sulungnya sempat menolak beasiswa ke Korea Selatan selepas mengenyam pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI). Saat itu, usia Gepe masih berusia 16 tahun.

Yane mengatakan, Gepe lebih memilih melanjutkan sekolah S2 dan S3-nya di ITB. Gepe, sambung Yane, menolak tawaran itu lantaran ingin mandiri dan tidak dimanjakan fasilitas dalam upayanya membuat karya ilmiah.

"Iya dia tolak beasiswa ke Korea karena kalau di luar negeri kata dia semua fasilitas dia bisa dapat dengan mudah. Tapi kalau di dalam negeri dia tidak membiasakan diri dimanjakan fasilitas. Di kita kan dia berusaha sendiri sehingga usahanya bisa diikuti orang lain," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com