Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karsiti Rela Makan Seadanya demi Membeli Air

Kompas.com - 21/09/2017, 14:23 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kekeringan di Gunungkidul, Yogyakarta, membuat masyarakat harus membeli air. Untuk warga yang memiliki penghasilan tetap mungkin tak berpengaruh banyak, tetapi bagi warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap harus memutar penghasilan, bahkan harus mengurangi biaya belanja lauk sehari-hari.

Seperti cerita Karsiti (42), warga Dusun Pacungan, Desa Tepus, Kecamatan Tepus. Wanita yang setiap hari bekerja sebagai buruh tani di sekitar desanya harus mengencangkan ikat pinggang agar kebutuhan air setiap harinya terpenuhi.

Di desanya, sudah sejak 5 bulan terakhir tak turun hujan.

"Sudah lebih dari 6 tangki saya beli dari tangki yang biasa berkeliling, satu tangkinya Rp 120.000," katanya, Kamis (21/9/2017).

Sebagai buruh serabutan, setiap hari mulai pukul 07.30 WIB dirinya berangkat membantu tetangga membersihkan pekarangan atau mempersiapkan lahan untuk musim penghujan mendatang.

Dirinya baru pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 WIB dengan penghasilan Rp 20.000 per hari. Dirinya harus menyisihkan penghasilan untuk membeli air, salah satunya dengan menghemat lauk yang dikeluarkan setiap hari.

Baca juga: Bima Dilanda Kekeringan, 5.000 Jiwa Kesulitan Air

Hidup bersama dua orang keluarga lain cukup berat untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Kadang dirinya berjualan es keliling untuk memenuhi kebutuhan.

"Berasnya dari sisa panen, atau raskin (rastra). Sebenarnya ada jaringan PDAM, tetapi bagi saya tidak mampu, biaya pemasangannya Rp 1,5 juta," ujarnya.

Warga lainnya, Mutini (35) mengatakan hal sama. Sebagai buruh serabutan, saat tak memiliki cukup uang, dirinya membeli eceran air bersih kepada warga yang memiliki saluran PDAM.

"Beli dari tetangga dengan menyalurkan menggunakan selang, kadang beli Rp 70.000," ucapnya.

Sebenarnya, beberapa tahun lalu, sebelum telaga dibangun menggunakan beton, air masih bisa sampai musim penghujan. Tetapi setelah dibangun talut, air telaga saat ini lebih cepat kering.

"Dulu mencuci di telaga, sekarang dengan 5 orang anggota keluarga, air membeli ya boros, paling hanya bisa cukup 2 minggu. Belum ada bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Kasi Pelayanan Desa Tepus, Salip Sasmito menyampaikan, di Desa Tepus terdapat 20 Padukuhan dengan jumlah 2.369 kepala keluarga. Dengan 912 di antaranya masuk kepala keluarga kurang mampu.

"Di desa kami memang tak banyak bantuan air bersih, sehingga warga yang kurang mampu terpaksa menjual apa yang dibelinya saat musim penghujan. Warga sudah mulai menjual ternaknya seperti ayam hingga kambing, bahkan perhiasan," ucapnya.

Pihaknya berusaha berkomunikasi dengan pemerintah untuk memasang sambungan air bersih. Selain itu, dalam jangka pendek mengajukan bantuan kepada pihak swasta atau instansi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com